Dampak dan Pengaruh prestasi belajar siswa dengan adanya KMS (Kartu Menuju Sejahtera) bagi siswa kelas XI di SMAN 8 Yogyakarta PPL di Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Bidang Jaminan Pendidikan Daerah

Laxmi Bai Azhan Puspa R, Laxmi Bai Azhan Puspa R (2014) Dampak dan Pengaruh prestasi belajar siswa dengan adanya KMS (Kartu Menuju Sejahtera) bagi siswa kelas XI di SMAN 8 Yogyakarta PPL di Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Bidang Jaminan Pendidikan Daerah. Project Report. LPPMP, Universitas Negeri Yogyakarta.

[img]
Preview
Text
LAXMI BAI AZHAN PUSPA RINJANI.pdf

Download (524kB) | Preview

Abstract

Pendidikan merupakan investasi masa depan dan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas kehidupan manusia. Melalui pendidikan, kecerdasan dan keterampilan, manusia lebih terarah dan teruji dalam menghadapi dinamikakehidupan yang makin kompleks. Dalam skala makro, pendidikan merupakan indikator kualitas sumber daya manusia. Semakin baik pendidikan, maka semakin baik pula kualitas sumber daya manusia. Selain itu, pendidikan adalah sarana transformasi yang strategis, karena dengan pendidikan seseorang atau kelompok dapat mengembangkan diri secara transformatif, dari tidak tahu apa-apa sampai menjadi ahli. Oleh karena itu, pendidikan sangat penting untuk meningkatkansumber daya manusia. Begitu pentingnya pendidikan sehingga pemerintah menjadikanpendidikan sebagai hak dasar setiap manusia Indonesia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.Implikasi diberlakukannya kebijakan desentralisasi pendidikan, membuat para pengambil keputusan sering kali mengalami kesulitan dalam mendapatkan referensi tentang komponen biaya pendidikan. Kebutuhan tersebut dirasakan semakin mendesak sejak dimulainya pelaksanaan otonomi daerah yang juga meliputi bidang pendidikan. Pengratisan pendidikan di Indonesia saat ini masih menargetkan untuk wajib belajar 9 Tahun. Pengratisan wajib belajar 9 tahun muncul pada tahun 2005 setelah adanya dukungan penyediaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) secara terpadu yang bersumber dari APBN dan APBD. Dana BOS diberikan dalam rangka memberikan jaminan pendidikan di jenjang pendidikan SD/SDLB/SMP/SMPLB/SMPT negeri. Dalam perkembangannya BOS memang dirasa belum menjamin semua komponen biaya pendidikan sehingga perlu ada penghitungan BOSP. BOSP merupakan alat transparan dan independen, karena dihitung secara detil oleh Tim Penyusun BOSP dan ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, guna mengkomunikasikan kebutuhan dana tambahan bagi biaya operasional sekolah dengan pihak-pihak yang berpotensi memberi dana, misalnya: orang tua, dunia usaha/dunia industri, dan lain-lain, dalam hal nilai BOSP lebih tinggi dari nilai Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah pusat (BOS pusat) ditambah nilai pendamping BOS dari Pemerintah Kabupaten/Kota serta Pemerintah Provinsi (jika ada).1 Setelah adanya Otonomi Daerah, Kabupaten/Kota memiliki tanggungjawab besar dalam memberikan jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan dana bagi biaya operasional sekolah. Sesuai dengan Perda Kota Yogyakarta Nomor 5 tahun 2008 tentang Sistem Penyelenggaraan Pendidikan, tujuan penyelenggaraan pendidikan Daerah adalah Penjamin keberlangsungan proses pendidikan untuk berkembangnya potensi peserta didik di Daerah, agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berbudaya, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga masyarakat yang demokratis serta bertanggungjawab.Yogyakarta identik dengan Kota Pendidikan. predikat sebagai Kota Pendidikan itu merupakan anggapan umum masyarakat, namun dukungan dari Pemerintah Kota Yogyakarta masih kurang dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan alokasi anggaran untuk pendidikan di luar gaji dibandingkan dengan anggaran di luar gaji dalam APBD TA. 2002 masih di bawah 5 %. Pemerintah Kota Yogyakarta juga masih sangat kurang perhatiannya dalam penyediaan akses bagi warganya untuk memperoleh pendidikan yang layak, dengan alokasi anggaran untuk jaminan pendidikan (bea siswa) yang sangat rendah. Di sisi lain juga masih ada kesenjangan kualitas antar satuan pendidikan (sekolah) sehingga muncul persepsi masyarakat adanya sekolah favorit dan non favorit. Kondisi lainnya adalah belum adanya regulasi yang mengatur mengenai penyelenggaraan pendidikan yang disesuaikan dengan karakteristik daerah, seperti mekanisme penerimaan siswa baru, kedudukan komite sekolah, ketentuan pungutan atau iuran orang tua siswa dan sebagainya. Hal ini berimplikasi kepada penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan sekolah kurang akuntabel dan transparan, dan menimbulkan persepsi bahwa biaya pendidikan semakin mahal. KMS berfungsi sebagai identitas layanan bagi program jaminan pendidikan dan kesehatan. KMS bisa digunakan untuk penyaluran beasiswa bagi siswa tidak mampu dan layanan jaminan kesehatan (askeskin), serta berfungsi memudahkan pembagian beras (raskin). Sesuai kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta, KMS diperuntukkan bagi gakin (warga miskin) ber-KTP Kota Yogyakarta sesuai dengan daftar gakin hasil verifikasi dan updating data gakin tahun 2007. Atas dasar tersebut pada Tahun 2007 Pemerintah Kota Yogyakarta mencoba untuk menginisiasi adanya jaminan pendidikan di Kota Yogyakarta. Warga Kota Yogyakarta yang termasuk dalam keluarga menuju sejahtera (KMS) mendapatkan JPD dari Pemerintah Kota Yogyakarta. Pemberian JPD diatur dalam Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 35 Tahun 2007 tentang Pedoman Pemberian Jaminan Pendidikan Daerah, dan selanjutnya diatur dalam Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Jaminan Pendidikan Daerah, Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pedoman Pemberian Jaminan Pendidikan Daerah, dan yang terbaru diatur dalam Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Jaminan Pendidikan Daerah. Diterbitkannya Peraturan Walikota dimaksudkan member kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dalam rangka penuntasan Wajib Belajar Dua Belas Tahun. Sedangkan kebijakan kuota KMS diberlakukan pada Tahun 2009 karena memerlukan beberapa kesiapan baik dari mekanisme penerimaan peserta didik baru (PPDB) khusus untuk penerima KMS. Kuota KMS sudah beberapa kali dikaji dan dievaluasi dalam pelaksaannya dan memang sampai saat ini walaupun berganti Walikota namun tetap diberlakukan karena program tersebut merupakan salah satu program yang sangat memihak masyarakat miskin. Program JPD dan KMS sangat strategis dalam merebut simpati masyarakat kota Yogyakarta, secara politis program tersebut menjadi program strategis bagi Walikota. Jaminan Pendidikan Daerah di Kota Yogykarta diberikan kepada peserta didik penduduk Kota Yogyakarta yang bersekolah di Kota Yogyakarta dan di luar Kota Yogyakarta dalam Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sasarannya adalah anggota keluarga menuju sejahtera yaitu anak kandung yang dibuktikan dengan Akta Kelahiran, anak angkat yang dibuktikan dengan Penetapan Pengadilan Negeri setempat atau Akta Pengangkatan Anak, dan anak tiri yang dibuktikan dengan Akta Kelahiran dan Akta Perkawinan/Surat Nikah orang tua. Selain itu, Jaminan Pendidikan Daerah juga diberikan kepada peserta didik penghuni Panti Asuhan di Kota Yogyakarta yang bersekolah di Kota Yogyakarta dan di Luar Kota Yogyakarta dalam Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dukungan atas jaminan pendidikan daerah kota Yogyakarta didukung oleh anggaran yang meningkat.

Item Type: Monograph (Project Report)
Subjects: LPPMP
Divisions: LPPMP - Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan
Depositing User: LPPMP
Date Deposited: 22 Jul 2016 04:06
Last Modified: 01 Oct 2019 12:02
URI: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/37096

Actions (login required)

View Item View Item