Lumbung Pustaka UNY: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T10:47:06ZEPrintshttp://eprints.uny.ac.id/apw_template/images/sitelogo.pnghttps://eprints.uny.ac.id/2023-04-24T09:11:36Z2023-04-24T09:11:36Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/77613This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/776132023-04-24T09:11:36ZMINUMAN TRADISIONAL JAWA DALAM SERAT CENTHINIVenny Indria Ekowativenny@uny.ac.id2023-04-24T08:49:08Z2023-04-24T08:49:08Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/77610This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/776102023-04-24T08:49:08ZPENINGKATAN KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN DALAM MATA KULIAH FILOLOGI JAWA II DENGAN IMPLEMENTASI LESSON STUDYImplementasi lesson study pada mata kuliah Filologi Jawa II di Program Studi Pendidikan Bahasa Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, UNY bertujuan untuk: : (1) membuat rancangan pembelajaran yang lebih baik, mulai dari silabus, RPP, media, lembar kerja mahasiswa, dan lembar evaluasi, (2) meningkatkan hasil belajar mahasiswa, dan (3) meningkatkan kualitas pembelajaran dan respon positif mahasiswa dalam perkuliahan. Kegiatan dilaksanakan dalam lima siklus. Setiap siklus terdiri dari plan, do, dan see. Sumber dan jenis utama data adalah kata-kata dan tindakan mahasiswa. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis oleh dosen pengamat dan juga melalui perekaman video dan foto. Instrumen pengumpulan data menggunakan lembar observasi, tes, dan kuesioner. Validitas data yang digunakan adalah perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, dan pemeriksaan sejawat melalui diskusi. Analisis data menggunakan teknik deskriptif. Hasil kegiatan menunjukkan adanya peningkatan proses dan hasil yang ditunjukkan dengan adanya: (1) rekonstruksi mata kuliah, (2) kesiapan RPP, Lembar Kerja Mahasiswa, media, alat evaluasi, dan lain-lain. (3) pemanfaatan waktu yang lebih efektif, (4) penambahan keberagaman kegiatan, media, dan materi perkuliahan, (5) peningkatan respon positif mahasiswa, dan (6) peningkatan hasil belajar mahasiswa ditengarai dari meningkatnya nilai rata-rata deskripsi naskah dari 76,6 kemudian meningkat menjadi 86,7. Selain nilai deskripsi naskah, nilai transliterasi metode diplomatik juga mengalami peningkatan dari 61 menjadi 83,21 pada siklus IV. Kemudian setelah dilakukan pembimbingan lanjutan, nilai rata-rata kembali meningkat menjadi 90,43.Venny Indria Ekowativenny@uny.ac.id2023-04-24T05:24:55Z2023-04-24T05:25:24Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/77606This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/776062023-04-24T05:24:55ZSIKAP KRITIS ORANG JAWA SEBAGAI KARAKTER BANGSA: SEBUAH KAJIAN TERHADAP MANUSKRIP SEBAGAI HASIL KARYA SASTRA KLASIK JAWASikap orang Jawa yang kurang suka mengkritik, dikritik, dan cenderung diam melihat gejolak di sekitarnya, sudah melekat sebagai stigma turun-menurun. Sebenarnya orang Jawa tidak takut mengkritik. Terbukti dengan adanya ungkapan tradisional Jawa dhupak bujang, esem mantri, semu bupati. Orang Jawa hanya berhati-hati dan mempunyai aturan tersendiri dalam penyampaian kritik. Memang stigma yang melekat kepada orang Jawa tersebut tidak sepenuhnya benar. Terbukti dalam naskah-naskah klasik Jawa, keberanian untuk mengkritik atasan seperti mengkritik punggawa, bupati, patih,bahkan raja sekalipun, tercermin dengan jelas. Mulai dari kritikan halus yang terbalut simbol, sampai kritikan kasar tanpa tedheng aling-aling. Makalah ini akan membahas contoh-contoh sikap kritis orang Jawa yang bersumber dari naskah-naskah klasik Jawa, seperti Babad Giyanti, Serat Wicara Keras, Babad Pakepung, Babad Mangkubumi, Serat Jayengbaya, dan lain-lain. Manuskrip-manuskrip ini dikarang oleh generasi pujangga satu keturunan. Mulai dari Yasadipura I, kemudian putranya Yasadipura II, dan cucu beliau, Ranggawarsita. Hal ini juga membuktikan bahwa sikap kritis orang Jawa diwariskan secara turun-temurun bahkan sampai empat generasi. Makalah ini juga merupakan bukti bahwa orang Jawa memiliki watak kritisyang tercermin dalam naskah-naskah klasik tersebut. Mulai sikap kritis terhadap keadaan politik, ekonomi, sosial, budaya, kehidupan religi, dan kepemimpinan. Akhirnya melalui makalah ini diharapkan dapat diidentifikasi dan dianalisis watak kritis orang Jawa sebagai salah satu modal pembentukan watak dan pekerti bangsa.Venny Indria Ekowativenny@uny.ac.id2023-04-24T05:16:20Z2023-04-24T05:16:20Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/77605This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/776052023-04-24T05:16:20ZREVITALISASI DAN REAKTUALISASI MAKANAN TRADISIONAL JAWA DALAM SERAT CENTHINIPenelitian “Revitalisasi dan Reaktualisasi Makanan Tradisional Jawa dalam Serat Centhini” dilaksanakan selama dua tahun. Tujuan penelitian pada tahun pertama adalah: (1) Mendeskripsikan macam-macam makanan tradisional yang terdapat dalam Serat Centhini. , (2) Mendeskripsikan resep, cara pengolahan, dan cara penyajian makanan tradisional yang terdapat dalam Serat Centhini, dan (3) Menganalisis nilai- nilai simbolik makanan tradisional Jawa yang tedapat dalam Serat Centhini. Sedangkan tujuan penelitian pada tahun kedua adalah: (1) Meneliti kandungan bahan dan gizi yang terdapat dalam makanan tradisional Jawa yang terinventarisasi dalam Serat Centhini, (2) Menyusun ensiklopedi makanan tradisional Jawa berdasarkan Serat Centhini yang dilengkapi dengan resep, cara pengolahan, cara penyajian, nilai simbolik, kandungan bahan, dan nilai gizi makanan tradisional Jawa melalui uji laboratorium, dan (3) Penerapan teknologi dalam pengemasan, penyajian, dan promosi makanan tradisional dalam Serat Centhini agar lebih menarik dan bernilai ekonomis sebagai penunjang wisata kuliner di Yogyakarta. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif dengan mendeskripsikan jenis-jenis makanan dalam Serat Centhini. Kemudian dilakukan penentuan kandungan gizi makanan dengan penelusuran pustaka, jika sudah ada penelitian maupun data yang terkait dengan jenis makanan yang diuji. Peneliti juga akan melakukan pengujian kandungan gizi dengan software nutrisurvey. Sampel penelitian ditentukan 10% dari jumlah populasi jenis makanan tradisional Jawa. Penerapan teknologi dan revitalisasi dilakukan dengan cara memasak ulang jenis-jenis makanan tradisional yang dinilai menarik dan sudah langka. Hasil penelitian Makanan tradisional dalam Serat Centhini mempunyai jenis yang variatif. Makanan tradisional disebut lebih kurang 1031 kali dalam Centhini. Kategorisasi makanan tradisional kemudian dipilah menjadi tujuh, yaitu: (1) makanan pokok, (2) lauk-pauk, (3) sayur- sayuran, (4) buah-buahan, (5) minuman tradisional, (6) makanan kecil, dan (7) bumbu dapur. Jumlah makanan tradisional yang ditemukan dalam Centhini yaitu 444 buah. Hasil uji gizi menunjukkan bahwa makanan tradisional mengandung gizi tinggi terutama kalori. Revitalisasi dilakukan dengan cara dengan memasak dan mengemas ulang 44 jenis makanan tradisional yang dinilai unik dan langka.Venny Indria Ekowativenny@uny.ac.id2023-04-24T04:45:39Z2023-04-24T04:45:39Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/77603This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/776032023-04-24T04:45:39ZPENGOBATAN TRADISIONAL JAWA UNTUK PENYAKIT ANAK-ANAK DALAM MANUSKRIP MANUSKRIP JAWA DI SURAKARTAMakalah ini ditulis dengan tujuan untuk mendeskripsikan pengobatan
tradisional Jawa untuk penyakit anak-anak dalam manuskrip-manuskrip Jawa. Deskripsi
pengobatan tradisional Jawa meliputi deskripsi penyakit dan pengobatannya. Metode
yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan filologi modern.
Manuskrip Jawa yang digunakan sebagai sumber data penelitian pada tulisan ini adalah:
Serat Primbon Jampi Jawi jilid I, Serat Primbon Racikan Jampi Jawi jilid II, dan Serat
Primbon Jampi Jawi jilid IV. Manuskrip-manuskrip tersebut adalah koleksi
Reksapustaka Mangkunegaran Surakarta. Hasil penelitian dan pembahasan
menunjukkan bahwa penyakit anak-anak, teridentifikasi ada 8 penyakit medis dan non-
medis. Penyakit yang tergolong medis ada 7 macam, yaitu: (1) panas dingin, (2) batuk,
(3) berak, (4) cacingan, (5) gomen, (6) kencing, dan (7) kembung. Penyakit yang
tergolong non-medis ada 1 macam, yaitu cacar. Metode pengobatan yang ditemukan
dalam manuskrip-manuskrip Jawa terdiri atas pengobatan yang tergolong medis dan
non-medis. Untuk pengobatan medis digunakan daun, buah, biji, akar, rimpang,
dicampur dengan air, minyak, cuka, dan arak. Pengobatan non-medis digunakan bahan
salaka atau mutiara dan sagu. Pengobatan penyakit, baik medis maupun non-medis
dapat dilakukan lebih dari satu tahap. Jika pengobatan tahap ringan tidak
menyembuhkan penyakit, maka dilakukan pengobatan lanjutan dengan bahan obat yang
berbeda. Untuk metode pemberian obat/jamu, ditemukan 7 cara, yaitu: (1) diminumkan,
(2) ditaburkan, (3) di-sembur-kan, (4) di-boreh-kan, (5) di-kecer-kan, (6) di-tapel-kan,
dan (7) diusapkan.Venny Indria Ekowativenny@uny.ac.id2023-04-24T04:36:49Z2023-04-24T11:44:48Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/77602This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/776022023-04-24T04:36:49ZMenguak Makna Tak Terkatakan:Sebuah Upaya Pemaknaan Simbol Kekuasaan dalam Iluminasi Manuskrip Jawa dalam Iluminasi Manuskrip Jawa Serta Relevansinya dengan Pendidikan KarakterManuskrip Jawa memuat karya-karya sastra Jawa yang merupakan warisan budaya masa lampau. Manuskrip berisi berbagai segi kehidupan pada masa karya tersebut ditulis. Selain berisi teks, manuskrip juga memuat ragam hias yang sering dikenal dengan istilah iluminasi. Berdasarkan tata ungkap gambar dalam iluminasi, didapatkan konsepsi pesan tersirat berupa simbol-simbol yang memiliki arti. Pesan-pesan tersirat tersebut merupakan ekspresi simbolik dari suatu komunitas masyarakat. Salah satu simbol yang sering ditemukan dalam manuskrip Jawa adalah simbol-simbol yang berkaitan dengan kekuasaan seperti raja, pelindung, dan Tuhan. Simbol-simbol ini tidak hanya semata-mata merupakan simbol kekuasan, tetapi juga merupakan pesan terselubung yang memuat ajaran-ajaran kepemimpinan dan kebijaksanaan. Terkait dengan hal tersebut di atas, makalah ini akan memaparkan lebih lanjut mengenai simbol-simbol kekuasaan pada manuskrip Jawa beriluminasi, koleksi perpustakaan museum Sonobudoyo Yogyakarta dan Balai Bahasa Yogyakarta. Beberapa simbol kekuasaan yang ditemukan antara lain: (1) mahkota, (2) payung emas, (3) naga, (4) istana, (5) simbol raja dan kerajaan misalnya pada lambang kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat, (6) burung merak, (7) burung garuda, (8) umbul-umbul, (9) pagar, (10) gunung, (11) berbagai persenjataan perang, (12) singgasana raja, (13) lampu kandhil, (14) bulan, (15) bintang, dan lain-lain. Simbol- simbol tersebut akan diuraikan secara kontekstual berdasarkan penafsiran teks sebagai konten suatu manuskrip. Berdasarkan pembacaan teks dan analisis, didapatkan hasil bahwa di dalam iluminasi ditemukan karakter-karakter ideal sebagai seorang pemimpin antara lain: jujur, bersifat melindungi, berwibawa, gagah berani, mulia, agung, bersifat sebagai penerang, keluhuran budi, mampu memberi pencerahan, memiliki kesucian hati, mampu mengendalikan hawa nafsu, dan lain-lain.Venny Indria Ekowativenny@uny.ac.id2023-04-24T03:21:46Z2023-04-24T03:52:43Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/77599This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/775992023-04-24T03:21:46ZKONTEKSTUALISASI HISTORIS BABAD PAKEPUNG: UPAYA PENEMPATAN BABAD SEBAGAI SUMBER SEJARAH REPRESENTATIFABSTRAK Babad merupakan karya sastra yang berupa teks sejarah yang dipadu dengan mitos. Selama ini banyak yang menganggap bahwa babad kurang layak untuk menjadi sumber sejarah karena usur sejarah samar, malahan bias karena para penulis mengungkapkan gagasan mereka menurut tradisi kepengarangan tradisional Jawa, dan bukanya konvensi sejarah. Namun, pada perkembangan selanjutnya, babad mulai dipakai sebagai sumber kajian tentang sejarah masa lalu dan juga masyarakatnya. Secara teoritis dan metodologis, babad memang memiliki kekurangan khususnya bila dikaitkan dengan persoalan penanggalan yang tepat dan terperinci. Terlepas dari semua kelemahan-kelemahannya, sebenarnya babad juga mengandung fakta sejarah. Salah satu babad yang menarik untuk dikaji adalah Babad Pakepung karya Yasadipura II. Babad ini menarik karena ditulis langsung berdasarkan pengalaman penulisnya. Melalui kajian ini penulis berusaha untuk menganalisis representasi Babad Pakepung sebagai sumber sejarah. Berdasarkan analisis didapatkan hasil bahwa Babad Pakepung dapat dijadikan sumber rujukan sejarah yang cukup akurat, walaupun harus dirujuk dengan sumber-sumber sejarah yang lain. Hal ini dikarenakan dalam Babad Pakepung tidak menyebutkan tanggal secara pasti untuk beberapa peristiwa bersejarah. Namun setelah divalidasi dengan sumber yang lain, hari yang disebutkan dalam Babad Pakepung dapat dibuktikan kebenarannya. Babad Pakepung menuliskan fakta-fakta dan rincian-rincian peristiwa secara runtut dan detail. Hal ini merupakan keunggulan babad yang biasanya tidak ditemukan dalam dokumen- dokumen resmi sejarah.Ekowati Venny Indriavenny@uny.ac.id2023-04-24T03:00:50Z2023-04-24T04:28:44Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/77597This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/775972023-04-24T03:00:50ZIbM PENYELAMATAN MANUSKRIP JAWA KOLEKSI MUSEUM DEWANTARA KIRTI GRIYA DAN PERPUSTAKAAN BALAI BAHASA YOGYAKARTAIbM ini bertujuan untuk: (1) menerapkan teknologi tepat guna untuk mengatasi permasalah kerusakan manuskrip secara fisik dengan digitalisasi dan konservasi manuskrip Jawa, (2) Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia agar mampu mengatasi permasalahan seputar perawatan fisik dan pengkajian manuskrip Jawa, (3) Memperbaiki sistem katalogisasi dan pelayanan, dan (4) Menggunakan teknologi informasi sebagai media penyebarluasan informasi koleksi manuskrip klasik Jawa. PPM IbM ini dilakukan dengan menggandeng dua mitra, yaitu Museum Dewantara Kirti Griya dan Balai Bahasa Yogyakarta. Metode yang diterapkan dalam PPM IbM ini adalah penerapan teknologi tepat guna dan pelatihan-pelatihan. Luaran yang dihasilkan dalam PPM IbM ini berupa fisik dan keterampilan. Luaran fisik berupa manuskrip berbentuk digital beserta katalognya dan katalog buku. Keterampilan dilakukan dalam bentuk pelatihan. Pelatihan itu mencakup pelatihan konservasi, pelatihan penerapan metode filologi, dan penggunaan teknologi informasi. PPM IbM ini dilaksanakan dalam jangka waktu delapan bulan dari Maret sampai dengan Oktober, dengan target manuskrip terdigitalisasi 5000 halaman dengan 100 judul manuskrip. Namun, hasil luarannya adalah manuskrip terdigitalisasi berjumlah 11.658 halaman dengan 156 judul manuskrip (dari Museum Dewantara Kirti Griya 4.894 hlm. dengan 67 judul dan Perpustakaan Balai Bahasa Yogyakarta ada 6.764 hlm. dengan 89 judul). Target dan luaran manuskrip terdigitalisasi tersebut terdiri atas fisik manuskrip dan non-fisik manuskrip dalam bentuk katalog buku dan katalog online. Target lainnya adalah meningkatnya kemampuan sumber daya manusia pada kedua mitra, sehingga mampu melakukan upaya preventif, preservasi, konsolidasi, dan restorasi manuskrip klasik Jawa. Selain itu, dua mitra diharapkan mampu melakukan kajian filologi berupa deskripsi, transliterasi, penyuntingan, dan terjemahan terhadap manuskrip-manuskrip klasik Jawa.Venny Indria Ekowativenny@uny.ac.id2021-04-05T08:00:27Z2022-11-02T02:46:31Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/70371This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/703712021-04-05T08:00:27ZRegister dalam Tuturan Pranatacara Upacara Pernikahan Adat Jawa Gaya Yogyakarta.Register merupakan variasi bahasa berdasarkan pemakainya. Register memiliki makna dan tujuan khusus dan dapat dibatasi oleh beberapa hal. Register dapat ditemukan di mana saja termasuk dalam kegiatan yang bekaitan dengan adat atau budaya seperti pada pernikahan adat Jawa gaya Yogyakarta. Pada rangkaian acara tersebut ditemukan berbagai macam register mulai dari tahap pra-mantu (siraman dan midodareni), mantu (akad nikah dan panggih), pasca-mantu (ngunduh mantu boyong temanten). Penelitian ini bertujuan untuk menungkapkan register yang terdapat pada rangkaian acara upacara pernikahan adat Jawa gaya Yogyakarta, dalam hal jenis, fungsi, dan maknanya.
Penelitian ini berjenis deskriptif kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian adalah berupa register dalam tuturan pranatacara upacara pernikahan adat Jawa gaya Yogyakarta. Sumber data dalam penelitian ini adalah tuturan dari ketiga pranatacara dalam upacara pernikahan adat Jawa gaya Yogyakarta. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik simak bebas libat cakap. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode padan. Keabsasahan data dalam penelitian ini menggunakan perpanjangan keikutsertaan, pengecekan berulang, dan ketekunan pengamatan.
Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Terdapat register berupa kata dan frasa pada tuturan pranatacara di setiap rangkaian acaranya. (2) Jenis register terbatas dan terbuka ditemukan di masing-masing pranatacara.(3) Fungsi register yang ditemukan berdasarkan analisis berjumlah enam, yatu fungsi instrumental, regulasi, interaksi, imajinasi, informasi, dan representasi. Namun berdasarkan hasil analisis tidak semua pranatacara ditemukan fungsi-fungsi tersebut seperti pada register terbatas dengan fungsi regulasi, register terbatas dengan fungsi representasi, terbuka fungsi representasi. (4) Berdasarkan hasil analisis dari ketiga pranatacara ditemukan register terbatas dan terbuka yang memiliki makna primer dan sekunder, sedangkan medan makna hanya ditemukan pada register terbatas.Putri Dwi CahyaniSuwarna Suwarna2020-12-29T07:07:22Z2020-12-29T07:07:22Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69295This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692952020-12-29T07:07:22ZMAKNA SIMBOLIK UBARAMPE WONTEN UPACARA TRADHISI WETON TIRON ING DESA BUMIREJO KULON PROGOPanaliten menika gadhah ancas kangge ngandharaken prosesi lampahing upacara weton tiron , makna simbolik sajen ing salebeting upacara bancakan weton sarta paedahipun upacara bancakan weton tumrap warga panyengkuyung.
Panaliten menika migunakaken metode panaliten kualitatif. Caranipun ngempalaken data migunakaken observasi partisipasi saha wawancara mendalam. Pirantining panaliten inggih menika panaliti piyambak kanthi ngginakaken kamera foto, perekam saha piranti kangge nyerat. Caranipun nganalisis data ngginakaken teknik analisis induktif. Caranipun ngesahaken data mawi triangulasi sumber lan metode.
Asiling panaliten nedahaken bilih: (1) prosesi lampahing upacara weton tiron kaperang dados tiga rerangken: (a) cecawis upacara ingkang awujud nyepakaken wadhah sajen, cecawis sajen ing salebeting upacara bancakan weton. (b) lampahing upacara bancakan weton awujud masrahaken sajen bancakan weton (c) ngedum bancakan. (2) Makna simbolik sajen ingkang dipunginakaken ing salebeting upacara bancakan weton menika kangge mahyakaken raos kurmat dhateng kaki among nini among kaliyan sedulur sekawanipun supados dipunparingi remen anggenipun momong lan nyuwun kaslametan lan kawilujengan saha gampil anggenipun ngupados rejeki ing gesangipun. (3) Paedah upacara bancakan weton tumraping warga panyengkuyung inggih menika (a) paedah religi, (b) paedah psikologis (c) paedah sosial, (d) paedah nglestantunaken kabudayan.Muh Karesa13205241041@student.uny.ac.id2020-12-29T06:47:59Z2020-12-29T06:47:59Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/67396This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/673962020-12-29T06:47:59ZSAPARAN ING PADHUKUHAN SOKOMOYO, KALURAHAN JATIMULYO, KAPANEWON GIRIMULYO, KABUPATEN KULON PROGOPanaliten menika gadhah ancas kangge ngandharaken mula bukanipun saparan ing Padhukuhan Sokomoyo, prosesi, ubarampe, makna simbolik, saha paedahipun saparan kangge masarakat.
Panaliten menika ngginakaken metode panaliten deskriptif kualitatif. Caranipun ngempalaken data ngginakaken observasi partisipatif, wawancara mendalam, saha study dokumentasi. Pirantining panaliten inggih menika panaliti piyambak ingkang kabiyantu kamera, buku cathetan, saha handphone. Caranipun nganalisis data onten panaliten menika ngginakaken teknis analisis induktif. Caranipun ngesahaken data ngginakaken triangulasi sumber saha triangulasi metode.
Asailing panaliten menika nedahaken bilih: (1) Mula bukanipun saparan ing Padhukuhan Sokomoyo kala rumiyin ing Padhukuhan Sokomoyo wonten wabah penyakit ingkang boten wonten tambanipun, lajeng dipunwontenaken slametan, kawiwitan taun 1950 saben wulan sapar. (2) Prosesi saparan ing Padhukuhan Sokomyo kaperang dados gangsal, inggih menika: (a) cecawis papan, (b) nyadran, (c) cecawis ubarampe, (d) kirab saha upacara, (e) pagelaran ringgit purwa. (3) Makna simbolik ubarampe ingkang dipunginakaken wonten salebeting saparan ing Padhukuhan Sokomoyo minangka raos syukur dhumateng Gusti Allah SWT ingkang sampun paring keslametan, kamulyan, kabagaswarasan, saha kaberkahan. Ubarampe ingkang dipunginakaken ugi kangge sarana ngemutaken dahateng para leluhur ingkang sampun sumare. Kajawi saking menika sadaya ubarampe ugi gayut kaliyan pagesangan manungsa. (4) Paedahipun saparan ing Padhukuhan Sokomoyo tumraping warga masarakat inggih menika: (a) paedah ing bidang sosial, (b) paedah ing bidang ekonomi, (c) paedah ing bidang budaya, (d) paedah ing bidang pariwisata, (e) paedah ing bidang agama.Arum Migi Rohanaarum_migi@yahoo.com2020-12-29T06:31:42Z2020-12-29T06:31:42Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69313This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/693132020-12-29T06:31:42ZTRADHISI RUWATAN AGUNG TUMAPAKING LAKU SUCI WONTEN ING GUNUNG LANANG DHUSUN BAYEMAN DESA SINDUTAN KECAMATAN TEMON KABUPATEN KULON PROGOPanaliten menika gadhah ancas kangge ngandharaken asal-usul wontenipun Tradhisi Ruwatan Agung Tumapaking Laku Suci, prosesi lampahing Tradhisi Ruwatan Agung Tumapaking Laku Suci Wonten ing Gunung Lanang Dhusun Bayeman Desa Sindutan Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo, Fungsi Spiritual Ruwatan Kagem Masarakat Panyekuyung, saha Paedah Tradhisi Ruwatan ingkang kaandhut wonten ing Ruwatan Agung Tumapaking Laku Suci Wonteng ing Gunung Lanang Dhusun Bayeman Desa Sindutan Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo.
Panaliten menika migunakaken metode panaliten kualitatif. Caranipun ngempalaken data ing salebeting panaliten menika migunakaken pengamatan langsung utawi observasi saha wawan rembag utawi wawancara. Pirantining panaliten inggih menika panaliti piyambak ingkang kabiyantu mawi piranti perekam, kamera foto saha piranti kangge nyerat. Caranipun nganalisis data ingkang dipunginakaken inggih menika teknik analisis induktif. Caranipun ngesahaken data lumantar triangulasi sumber lan metode.
Asiling panaliten menika nedahaken bilih: (1) Tradhisi Ruwatan Agung Tumapaking Laku Suci menika dipunadani wonten ing Gunung Lanang Dhusun Bayeman, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo. Tradhisi menika dipunadani saben malem 1 Suro. Papan menika saged paring berkah utawi wangsit. Papan menika dados papan semedi saha pados berkah. Upacara-upacara lan ritual adat menika asring dipunadani wonten ing papan menika. (2) Saderengipun nindakaken ritual menika, peserta utawi masarakat kedah nyuceaken dhiri migunaaken toya saking Tirto Kencono, amargi toya menika dipunpitadosi saged nambani lelara. Salajengipun nindakaken persiapan batin ing Sasana Jiwo kanthi donga supados dipunlindungi wektu nindakaken ritual menika. Salajengipun, peserta nindaaken semedi wonten ing Sasana Sukma. (3) Sesaji ingkang dipuncawisaken nalika Ruwatan inggih menika ingkung, sekar roncean, tumpeng robyong pethak kaliyan kuning, wowohan, ndhas maesa, lan arta logam. (4) Fungsi spiritual ruwatan kagem masarakat panyengkuyung kawontenan 2 inggih menika fungsi hiburan kaliyan wisata. (5) Paedah ingkang kaandhut wonten ing Tradhisi Ruwatan Agung Tumapaking Laku Suci inggih menika paedah spiritual kaliyan paedah sosial.
Pamijining Tembung: Tradhisi, Ruwatan, Gunung Lanang.Wike Windiyartiwindiyartiwike@gmail.com2020-10-08T07:48:26Z2020-10-08T07:48:26Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69272This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692722020-10-08T07:48:26ZUpacara Tradisi Suran Wonten Ing Desa Traji Kecamatan Panakan Kabuapten Temanggung, Jawa TengahUpacara Tradisi Suran Wonten Ing Desa Traji Kecamatan Panakan Kabuapten Temanggung, Jawa TengahArdhany Julian Krisna2020-10-08T07:46:49Z2020-10-08T07:46:49Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69271This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692712020-10-08T07:46:49ZMakna Simbolik Wonten Ing Kesenian Reog Dhodhog Ing Pedhukuhan Pedes, Argomulyo, Sedayu, BantulMakna Simbolik Wonten Ing Kesenian Reog Dhodhog Ing Pedhukuhan Pedes, Argomulyo, Sedayu, BantulAprilia Nur Shabrina2020-10-08T07:43:01Z2020-10-08T07:43:01Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69270This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692702020-10-08T07:43:01ZUpacara Reresik Candi Pringtali Wonten Ing Sdusun Pringtali Desa Keboharjo Kecamatan Samigaluh Kulon ProgoUpacara Reresik Candi Pringtali Wonten Ing Sdusun Pringtali Desa Keboharjo Kecamatan Samigaluh Kulon ProgoSulistyo Nur Saputri2020-10-08T07:41:33Z2020-10-08T07:41:33Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69269This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692692020-10-08T07:41:33ZKapitadosen Pasarean Kyai Syekh Dalmudal Wonten Ing Dukuh Kaligentung Lor Kabupaten Kulon Progo.Kapitadosen Pasarean Kyai Syekh Dalmudal Wonten Ing Dukuh Kaligentung Lor Kabupaten Kulon Progo.Yogyant Wijayanti2020-10-08T07:39:50Z2020-10-08T07:39:50Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69268This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692682020-10-08T07:39:50ZMitos Saha Pralampita sajen Tradisi kesenian Jathilan Turangga Seta Wonten Ing Dhusun Ploso Desa Tileng Kecamatan Girisubo Kab. Gunungkidul YogyakartaMitos Saha Pralampita sajen Tradisi kesenian Jathilan Turangga Seta Wonten Ing Dhusun Ploso Desa Tileng Kecamatan Girisubo Kab. Gunungkidul YogyakartaNasula Nur Qorisya2020-10-08T07:38:05Z2020-10-08T07:38:05Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69267This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692672020-10-08T07:38:05ZUpacara Tradhisi Arak Yodhong Wonten Ing Wijirejo Kecamatan Pandak Kabupaten BantulUpacara Tradhisi Arak Yodhong Wonten Ing Wijirejo Kecamatan Pandak Kabupaten BantulEndi Yoga Saputra2020-10-08T07:35:38Z2020-10-08T07:35:38Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69266This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692662020-10-08T07:35:38ZUpacara Tradisi larung Sesaji Ing Seganten Serang , Desa Serang Kec. Panggungharjo, Kab BlitarUpacara Tradisi larung Sesaji Ing Seganten Serang , Desa Serang Kec. Panggungharjo, Kab BlitarErick Setyadi2020-10-08T07:34:09Z2020-10-08T07:34:09Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69265This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692652020-10-08T07:34:09ZPiwulang Upacara Midang Wonten Ing Desa Lugurejo Butuh PurworejoPiwulang Upacara Midang Wonten Ing Desa Lugurejo Butuh PurworejoYuli Astuti2020-10-08T07:32:52Z2020-10-08T07:32:52Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69264This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692642020-10-08T07:32:52ZRelief Candi Kidal Ing Pagesangan Tiyang JawiRelief Candi Kidal Ing Pagesangan Tiyang JawiRima Pradini2020-10-08T07:31:19Z2020-10-08T07:31:19Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69263This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692632020-10-08T07:31:19ZMakna simbolis Upacara Merti Sumber Sendhang Pulungan Ing Desa Wisata Blue Lagoon Kecamatan Ngemplak SlemanMakna simbolis Upacara Merti Sumber Sendhang Pulungan Ing Desa Wisata Blue Lagoon Kecamatan Ngemplak SlemanGanis Samsiawarti2020-10-08T07:29:44Z2020-10-08T07:29:44Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69262This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692622020-10-08T07:29:44ZKajian Folklore Watu Manten Kali Njirak, Ing Desa Semanu Kecamatan Semanu Kabupaten GunungkidulKajian Folklore Watu Manten Kali Njirak, Ing Desa Semanu Kecamatan Semanu Kabupaten GunungkidulWahyu Setiawan2020-10-08T07:28:08Z2020-10-08T07:28:08Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69261This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692612020-10-08T07:28:08ZUpacara Adat Pethik Tebu Temanten Wonten Ing Pabrik Gula Purwodadi Desa Pelem Kecamatan Karangrejo Kabupaten Magetan Propinsi Jawa TimurUpacara Adat Pethik Tebu Temanten Wonten Ing Pabrik Gula Purwodadi Desa Pelem Kecamatan Karangrejo Kabupaten Magetan Propinsi Jawa TimurGusti Dikka Ardianti2020-10-08T07:26:26Z2020-10-08T07:26:26Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69260This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692602020-10-08T07:26:26ZFilosofi Ubarampe Ritual Methuk Tanggal Dhusun Ngipik Desa Tegalsari Kecamatan Candimulyo Kabupaten MagelangFilosofi Ubarampe Ritual Methuk Tanggal Dhusun Ngipik Desa Tegalsari Kecamatan Candimulyo Kabupaten MagelangLuwih Budi Pawening2020-10-08T07:24:27Z2020-10-08T07:24:27Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69259This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692592020-10-08T07:24:27ZPepali Bebrayan Wonten Paesangan Tiyang Jawi Ing Dhusun Kalangan Bangunjiwo Kasihan Bantul YogyakartaPepali Bebrayan Wonten Paesangan Tiyang Jawi Ing Dhusun Kalangan Bangunjiwo Kasihan Bantul YogyakartaRini Tyas Utami2020-10-08T07:22:23Z2020-10-08T07:22:23Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69258This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692582020-10-08T07:22:23ZTradhisi Saparan Kwagon Wonten Padhukuhan Kwagon Desa Sidorejo Kecamatan Godean Kabupaten SlemanTradhisi Saparan Kwagon Wonten Padhukuhan Kwagon Desa Sidorejo Kecamatan Godean Kabupaten SlemanIka Yuliandari2020-10-08T07:20:26Z2020-10-08T07:20:26Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69257This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692572020-10-08T07:20:26ZTradhisi Malem Jemuah Legi Ing Makam Kyai Jonge Ing Dhusun Kwangen Desa Pacarejo, Kec. Semanu, Kab. Gunung Kidul, DIYTradhisi Malem Jemuah Legi Ing Makam Kyai Jonge Ing Dhusun Kwangen Desa Pacarejo, Kec. Semanu, Kab. Gunung Kidul, DIYRachmad Prasetyo2020-10-08T07:18:22Z2020-10-08T07:18:22Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69256This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692562020-10-08T07:18:22ZKapitadosan Masarakat Tumrap Kawontenan Santhet Ing Kabupaten BantulKapitadosan Masarakat Tumrap Kawontenan Santhet Ing Kabupaten BantulWulan Puspitasari2020-10-08T07:16:44Z2020-10-08T07:16:44Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69255This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692552020-10-08T07:16:44ZKearifan Lokal Kesenian Jaran Kepang Wonten Ing Dhusun Dotakan Desa Candiroto Kecamatan Candiroto Kabupaten Temanggung Propinsi Jawa Tengah.Kearifan Lokal Kesenian Jaran Kepang Wonten Ing Dhusun Dotakan Desa Candiroto Kecamatan Candiroto Kabupaten Temanggung Propinsi Jawa Tengah.Septian Tegar Putra Kusuma2020-10-08T07:12:27Z2020-10-08T07:12:27Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69254This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692542020-10-08T07:12:27ZJamasan Pusaka Kyai Golok Ing Pengetan Maulud Nabi Muhammad SAW Ing Desa Majan Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulung agung JatimJamasan Pusaka Kyai Golok Ing Pengetan Maulud Nabi Muhammad SAW Ing Desa Majan Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulung agung JatimAndi Putra Prasetiya2020-10-07T09:08:29Z2020-10-07T09:08:29Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69234This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692342020-10-07T09:08:29ZTRADHISI SUNGKEMAN WONTEN PATILASAN CEPURI PARANGKUSUMO DESA PARANGTRITIS KECAMATAN KRETEK KABUPATEN BANTULPanaliten menika gadhah ancas kangge ngandharaken mitos saha bula bukanipun tradhisi sungkeman, lampahing prosesi tradhisi sungkeman, sesaji saha makna simbolik-ipun ingkang dipunginakaken wonten ing tradhisi sungkeman, saha paedahipun tradhisi sungkeman tumrap masarakat panyengkuyungipun. Panaliten menika ngginakaken metode panaliten deskriptif kualitatif. Caranipun ngempalaken data ing salebeting panaliten menika ngginakaken observasi berperan serta, wawancara kanthi mendalam, saha dokumentasi. Pirantosipun panaliten inggih menika panaliti piyambak ingkang kabiyantu mawi tape recorder, camera digital, saha pirantos kangge nyerat. Caranipun nganalisis data ingkang dipunginakaken inggih menika teknik analisis induktif. Wondene caranipun ngesahaken data lumantar triangulasi sumber saha metode. Asiling panaliten menika nedahaken bilih: (1) mitos saha mula bukanipun tradhisi sungkeman inggih menika: (a) mitosipun Patilasan Cepuri Parangkusumo inggih menika minangka papan patilasanipun Kanjeng Ratu Kidul saha Panembahan Senopati, saha (b) mula bukanipun tradhisi sungkeman inggih menika masarakat panyengkuyungipun nerasaken tradhisi ingkang sampun dipunadani saking jaman dumadosipun Kraton Mataram dening Panembahan Senopati nalika tapa kepanggih kaliyan Kanjeng Ratu Kidul; (2) lampahing prosesi tradhisi sungkeman kapanggihaken dados gangsal werni inggih menika sungkeman satunggal, sungkeman kalih, sungkeman tiga, sungkeman sakawan, saha sungkeman gangsal; (3) sesaji saha makna simbolik-ipun ingkang dipunginakaken ing salebeting tradhisi sungkeman inggih menika kangge mahyakaken raos sukur dhumateng Gusti Ingkang Maha Kuwaos supados masarakat panyengkuyungipun tansah pinaringan berkah kawilujengan, kasarasan, katentreman, saha pinaringan gampil anggenipun ngupadi rejeki ing gesangipun; (4) paedahipun tradhisi sungkeman tumrap masarakat panyengkuyungipun inggih menika: (a) paedah spiritual, (b) paedah ekonomi, (c) paedah sosial, saha (d) paedah kangge nglestantunaken tradhisi.
Pamijining tembung: tradhisi sungkeman, Patilasan Cepuri ParangkusumoUmy Hasanah2020-10-07T08:01:58Z2020-10-07T08:01:58Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69224This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692242020-10-07T08:01:58ZMAKNA SIMBOLIK BATHIK SAJI PACITAN MOTIF PACE SAHA GAYUTIPUN KALIYAN MULA BUKANIPUN KITHA PACITANPanaliten menika gadhah ancas kangge ngandharaken makna simbolik bathik khas kitha
Pacitan motif pace ingkang wonten gayutipun kaliyan mula bukanipun kitha Pacitan, mula
bukanipun bathik Saji Pacitan, mula bukanipun kitha Pacitan saha makna simbolik bathik motif
pace.
Panaliten menika ngginakaken metode panaliten deskriptif kualitatif. Caranipun
ngempalaken data ing panaliten menika ngginakaken observasi berperanserta, wawancara
mendalam, saha dokumentasi. Pirantos kangge panaliten menika human instrumen. Caranipun
analisis data inggih menika ngginakaken teknik analisis data induktif. Cara ngesahaken data
wonten panaliten menika ngginakaken teknik triangulasi sumber saha triangulasi metode,
ingkang dipuntindakaken kanthi cara nandhingaken data asiling panaliten saha data nalika
wawancara.
Asiling panaliten menika nedahaken bilih: (1) Mula bukanipun Bathik Saji Pacitan
menika saking Bu Saji ingkang sampun mbikak usaha menika saking taun 1990, Bu Saji saged
mbathik amargi menika dados usaha kulawarga. Bathik Saji Pacitan sampun misuwur awit
saking sampun mengikuti pameran wonten kitha sanes. Tiyang ingkang plesir dhateng kitha
Pacitan ugi kathah ingkang pinarak dhateng Bathik Saji. (2) Mula bukanipun kitha Pacitan
menika awit saking Tumenggung Setroketipo kaliyan Pangeran Mangkubumi ingkang nisih
bibar perang dhateng kitha Pacitan. Nalika sayah Pangeran Mangkubumi nyuwun rucuh pace
ingkang dipunasta kaliyan Tumenggung Setroketipo, ingkang salajengipun badanipun
Pangeran Mangkubumi seger malih saha saged nerasaken perang, wonten paprangan menika
Pangeran Mangkubumi menang. Kangge wujud sukur Pangeran Mangkubumi utawi Sultan
Hamengkubuwana I ndadosaken Tumenggung Setroketipo Bupati ing kitha Pacitan, Pacitan
menika cekakan saking tembung Pace saha Wetan. (3) Makna simbolik bathik motif pace
menika kangge ngemutaken tiyang mliginipun masarakat kitha Pacitan bilih wonten sejarah
ing salebeting motif, motif menika dipundamel saking taun 2011 dening Bu Saji. (4) Gayutipun
bathik motif pace kaliyan mula bukanipun kitha Pacitan inggih menika saking wontenipun
sejarah kitha Pacitan saking woh pace, dipundamel bathik kanthi motif woh pace kangge njagi
kabudayan bathik saha sejarah kitha Pacitan.
Pamijining tembung : Makna simbolik. Motif Pace. Mula Bukanipun Kitha PacitanShiane Artha Juwita2020-10-07T07:53:10Z2020-10-07T07:53:10Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69222This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692222020-10-07T07:53:10ZPIWULANG MORAL WONTEN ING GINEM PAGELARAN RINGGIT PURWA LAMPAHAN PANDHAWA TANDANG DENING KI MANTEB SOEDARSONOPanaliten menika gadhah ancas kangge ngandharken piwulang moral ingkang wonten ing salebetipun ginem pagelaran ringgit purwa lampahan Pandhawa Tandang dening Ki Manteb Soedarsono. Wondene perkawis-perkawis ingkang karembag inggih menika (1) wujudipun piwulang moral, (2) cara ngandharaken piwulang moral wonten ing salebetipun ginem pagelaran ringgit purwa lampahan Pandhawa Tandang dening Ki Manteb Soedarsono.
Panaliten menika ngginakaken cara panaliten analsis konten utawi analisis isi. Data ingkang kaginakaken menika awujud naskah ginem ingkang utawi wicantenan antawisipun para paraga wonten ing pagelaran ringgit purwa lampahan Pandhawa Tandang. Sumber data wonten ing panaliten menika saking video pagelaran ringgit purwa lampahan Pandhawa Tandang dening Ki Manteb Soedarsono. Cara anggenipun ngempalaken data inggih menika kanthi cara nyemak saha nyathet. Panaliten menika ngginakaken kertu data minangka pirantining panaliten, dene cara anggenipun nganalisis data ingggih menika kanthi cara deskriptif kangge mahyakaken wujud saha cara anggenipun ngandharaken piwulang moral wonten ing ginem pagelaran ringgit purwa lampahan Pandhwa Tandang dening Ki Manteb Soedarsono. Validitas data ingkang dipunginakaken inggih menika validitas semantis, dene Reliabilitas ingkang dipunginakaken inggih menika reliabilitas pengamatan ulang.
Wujudipun piwulang moral ingkang saged kapanggihaken wonten ing panaliten menika wonten 23. Inggih menika : Bekti dhateng tiyang sepuh, Njagi kawibawanipun tiyang sepuh, Wajibing tiyang sepuh dhateng putranipun, Tarak brata, laku brata, Kedah emut dhateng purwaduksina, Boten kenging nyendhu dhateng tiyang sepuh, Meguru dhateng lelakon meguru dhateng kawontenan, Sampun remen sesumbar, Sabar, Tresna boten kedah andarbeni, Prihatin, Netepi janji, Sejatining kautaman, Sapa tumemen bakal tinemu, Boten kenging grusa-grusu, Wong sing ngerti lungguh lan wong sing mung waton lungguh, Mikiraken kawula alit, Memayu hayuning jiwa memayu hayuning kulawarga memayu hayuning sasama memayu hayuning bawana, Ngayomi dhateng kawula alit, Boten damel cilakaning tiyang sanes, Mulyakaken tamu, Manembah dhumateng Gusti, Ndedonga dhateng Gusti. Cara manggihaken piwulang moral ingkang kapanggihaken wonten ing pnaliten menika kaperang 2 cara, inggih menika (1) cara langsung (2) boten langsung.Risang Hari Setiawan2020-10-07T07:19:02Z2020-10-07T07:19:02Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69214This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692142020-10-07T07:19:02ZMITOS ING PASAREAN LEDHEK DUKUH PUNTHUK UNGGUL DESA TUNGGULREJO KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYARPanaliten menika gadhah ancas kangge ngandharaken, (1) mila bukanipun pasarean Ledhek ing Dukuh Punthuk Unggul Desa Tunggulrejo Kecamatan Jumantono Kabupaten Karanganyar, (2) ngandharaken wujudipun Mitos ing pasarean Ledhek wonten Dukuh Punthuk Unggul Desa Tunggulrejo Kecamatan Jumantono Kabupaten Karanganyar, (3) saha ingkang pungkasan ngandharaken paedahipun Mitos ing pasarean Ledhek wonten Dukuh Punthuk Unggul Desa Tunggulrejo Kecamatan Jumantono Kabupaten Karanganyar. Panaliten menika kalebet jinisipun panaliten kualitatif. Cara ingkang dipunginakaken kangge ngempalaken data inggih menika kanthi ngginakaken pengamatan berperan serta, wawancara, saha dokumentasi. Pirantos ingkang dipunginakaken kangge ngempalaken data inggih menika panaliti piyambak saha ngginakaken pirantos sanesipun antawisipun, kamera digital kangge mendhet gambar, voice recorder kangge ngrekam swantenipun, saha buku cathetan. Anggenipun nganalisisis data kanthi cara analisis data induktif. Datanipun dipunsahaken kanthi cara triangulasi. Triangulasi ingkang dipunginakaken wonten panaliten menika triangulasi sumber saha triangulasi metode. Asiling panaliten menika nedahaken bilih, (1) mila bukanipun pasarean ledhek menika miturut cariyosipun inggih menika wonten priyayi setri ingkang padamelanipun dados ledhek ingkang gadhah pacang kalih, lajeng tiyang tiga menika sami padudon wonten ing tengah alas celakkipun dukuh Punthuk Unggul, lajeng priyayi setri menika seda. Salajengipun dipunpanggihaken dening warga punthuk unggul lajeng dipunruwat saha dipunsemayamaken wonten padukuhan Punthuk Unggul menika. (2) pasarean ledhek menika dipunpitados dening masarakat dados papan panyuwunan, masarakat boten kenging ngginakaken samubarang saking sutra warni ijem, menawi badhe gadhah hajat kedah ngintun ubarampe dhateng pasarean, saged ndadosaken siti menika subur, boten pareng ngrasani awon babagan ledhek, saha ingkang pungkasan masarakat pitados bilih suksmanipun mbok mas ledhek menika nempel wonten raganipun Ibu Sredek. (3) paedah mitos menika kangge masarakat Punthuk Unggul antawisipun: a) Nglestantunaken warisan leluhur, b) Pitutur gesang kangge masarakat Punthuk Unggul, c) Wisata budaya kangge masarakat sakiwa tengenipun, d) Ngraketaken pasedherekan masarakat dukuh Punthuk Unggul.Onxy Alexander2020-10-07T06:50:44Z2020-10-07T06:50:44Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69207This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692072020-10-07T06:50:44ZRITUAL KUNGKUM ING UMBUL TIRTAMARTA DHUSUN DUKUH KECAMATAN BANYUDONO BOYOLALIPanaliten menika gadhah ancas kangge ngandharaken (1) lampahing prosesi Ritual kungkum ing Umbul Tirtamarta Dhusun Dukuh Kecamatan Banyudono Boyolali, (2) ngandharaken makna simbolik sesajen ritual kungkum, (3) ngandharaken paedah saking upacara Ritual Kungkum.
Panaliten menika kalebet jinis panaliten kualitatif. Cara ingkang kaginakaken kangge ngempalaken data inggih menika kanthi migunakaken pengamatan berperan serta, wawancara mendalam saha dokumentasi. Piranti ingkang kaginakaken kangge ngempalaken data inggih menika panaliti piyambak ingkang kabiyantu migunakaken piranti kamera, hand phone, buku cathetan, saha komputer. Data dipunanalisis kanthi cara analisis induktif. Data dipunsahaken kanthi cara triangulasi data.
Asiling panaliten menika nedahaken bilih (1) lampahing prosesi ritual dipunwiwiti saking cecawis piranti saha papan ingkang badhe dipunginakaken kangge Ritual Kungkum, salajengipun prosesi Ritual Kungkum dipuntindakaken lan dipunpungkasi kanthi tapa wonten Umbul, (2) piranti-piranti ingkang dipunginakaken wonten ing Ritual kungkum menika nggadhahi simbol-simbol tartamtu ingkang gayut kaliyan pagesangan manungsa lan mujudaken panyuwuwunan saking tiyang ingkang nindakaken Ritual Kungkum menika, (3) ritual kungkum ing Umbul Tirtamarta Dhusun Dukuh Kecamatan Banyudono Boyolali menika gadhah paedah tumrap tiyang ingkang nglampahaken menapa dene masyarakat sanesipun ingkang arupi paedah spiritual, paedah ekonomi, saha paedah nguri-uri tradhisi.Nanda Hutama2020-10-07T06:20:48Z2020-10-07T06:20:48Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69204This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/692042020-10-07T06:20:48ZUPACARA TRADHISI NYADRAN KALI DHUSUN LAMUK GUNUNG, DESA LEGOKSARI, KECAMATAN TLOGOMULYO, KABUPATEN TEMANGGUNGPanaliten menika kanthi irah-irahan Upacara Tradhisi Nyadran Kali Dhusun Lamuk Gunung, Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggunggadhah ancas ngandharaken (1)mula bukanipun(2) prosesinipun (3) maknasimbolik uba rampe saha (4) paedahipun upacara Tradhisi Nyadran Kali Dhusun Lamuk Gunung, Desa Legoksari. Gayut kaliyan ancasing panaliten menika, panaliti ngginakaken jinis panaliten Kualitatif. Caranipun nganalisis dataingkang dipunginakaken wonten ing panaliten inggih menika teknik analisisdeskrispsi kualitatif. Caranipun ngesahaken data menika ngginakakenTeknik Trianggulasi.Asiling panaliten meika nedahaken bilih : (1) upacara tradhisi Nyadran Kali dipunadanisaben warsanipun wonten ing wulan Rajab surya kaping 10ananging wonten tambahan prosesi inggih menika kirab sesaji nalika taun kirang langkung 1970. (2) Lampahan upacara tradhisi Nyadran kali menika dipunbuka kanthi (a) arak-arakan, (b) kirab sesaji saha Nyadran Kali, (c) Ringgit Purwa, (d) Pasugatan kesenian. (3) Makna simbolik ingkang dipun ginakaken ing salebetipun upacara tradhisi Nyadran Kali minangka raos syukur kalihan Ingkang Maha Kuwaos bilih wonten Lamuk Gunung taksih wonten sumberair ingkang nyekapi kabetahanipun para warga masyarakat Dhusun Lamuk Gunung saha supados sumber air Curug Pontong mboten asat. (4) Paedah upacara tradhisi Nyadran Kali tumrapipun warga masarakat Dhusun Lamuk Gunung inggih menika (a) Paedah ing bidang sosial,(c) kabudayan, saha (d) pariwisata.Muhammad Faisal Akbar2020-10-07T05:40:50Z2020-10-07T05:40:50Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69199This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/691992020-10-07T05:40:50ZUPACARA ADAT “SADRANAN” WONTEN ING HUTAN ADAT WONOSADI, DHUSUN SIDOREJO, BEJI, NGAWEN, GUNUNGKIDULPanaliten menika gadhah ancas kangge ngandharaken mula bukanipun, tatacara saha makna simbolik sesaji Upacara Adat Sadranan sarta paedahipun Upacara Adat Sadranan kangge warga Dhusun Sidorejo.Panaliten menika ngginakaken metode panaliten kualitatif budaya. Caranipun ngempalaken data, panaliti ngginakaken carawawancara mendalam, observasi partisipatif, saha dokumentasi. Caranipun nganalisis data ingkang dipunginakaken panaliten inggih menika teknik analisis induktif.Caranipun ngesahaken data, supados data saged dados kredibilitas ngginakaken triangulasi tekniksaha sumber. Asiling panaliten menika nedahaken menawi : (1) mula bukanipun Upacara Adat Sadranan dipunwiwiti abad ke- XVIII, saben setunggal taun sepisan bibar panen dinten Senen Legi utawi Kemis Legi. Upacara Sadranan ancasipun kangge ngucap sukur dhumateng Gusti ingkang Maha Kuwaos, sarta kangge ngurmati leluhur namanipun Ki Onggoloco minangka tiyang ingkang rikala semanten mbekta kamakmuran ing Dhusun Sidorejo. (2) lampahan Upacara Adat Sadranan, kaperang dados gangsal, inggih menika damel sesajen, sambatan resik sendhang, Upacara Adat Sadranan wonten Sendhang Duren saha wonten Hutan Adat Wonosadi, sarta pagelaran seni Gejog Lesung. (3) maknasimbolik Upacara Adat Sadranan inggih menika kangge nyuwun kaliyan para leluhur supados Dhusun Sidorejo dados dhusun ingkang ayem tentrem. (4) paedahipun Upacara Adat Sadranan inggih menika, kangge nguri-uri budaya Jawi, ngraketaken guyub rukun warga, kangge nyuwun katentreman saha kaslametan Dhusun Sidorejo, saha sedaya warga saged nyinau sejarah Hutan Adat Wonosadi sarta nyinau seni ingkang wonten ing Dhusun Sidorejo.Maya Amelia2020-10-07T05:29:58Z2020-10-07T05:29:58Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69197This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/691972020-10-07T05:29:58ZMITOS PETILASAN WATU GILANG LIPURO ING DESA GILANGHARJO, KECAMATAN PANDAK, KABUPATEN BANTULPanaliten menika gadhah ancas kangge ngandharaken milabukanipun petilasan, mitos-mitos wonten ing petilasan saha paedahipun petilasan tumrap masyarakat panyengkuyungipun. Panaliten menika ngginakaken metode penelitian kualitatif naturalistik. Caranipun ngempalaken data wonten ing panaliten menika ngangge cara observasi berpartisipasa saha wawancara mendalam.Pirantining panaliten wonten ing panaliten menika panaliti piyambak ingkang kabiyantu dening tape recorder,kamera poto saha piranti kangge nyerat. Caranipun nganalisis data ngginakaken teknik analisi induktif. Caranipun ngesahaken data lumantar triangulasi sumber saha triangulasi metode. Asiling panaliten menika nedahaken bilih: (1) Milabukanipun Petilasan Gilang Lipuro inggih menika nalika Panembahan Senopati tapa wonten ing Wanalipuro lajeng pikantuk wahyu Lintang Johar kangge damel Kerajaan Mataram (2) Mitos- mitos wonten ing Petilasan Gilang Lipuro (a) ngalap berkah utawi nenepi: sowan griyanipun juru kunci, nyamektakaken diri, nyawisaken sesaji, sungkem saderengipun mlebet; nyebar sekar (b) makhluk halus ingkang mapan wonten ing petilasan (c) Caos dhahar wonten ing petilasan gilang lipuro supados pikantuk keslametan ing pagesangan. (3) Paedahipun mitos Petilasan Gilang Lipuro tumrap masyarakat panyengkuyungipun (a) Kangge sarana nyenyuwun dhumateng Gusti, (b) Kangge nambah paseduluran, (c) Kangge nglestantunaken budaya, (d) Kangge nambah pametu masyarakat.Lukman Hamzah2020-10-05T05:53:04Z2020-10-05T05:53:04Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69174This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/691742020-10-05T05:53:04ZMAKNA SIMBOLIK KESENIAN JARAN BUTA ING DHUSUN CEMETUK DESA CLURING KECAMATAN CLURING KABUPATEN BANYUWANGIAncasing panaliten menika kangge ngrembag makna simbolik kesenian jaranan buta ing
Dhusun Cemetuk, Desa Cluring, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi. Panaliten
menika ngandharaken mula bukanipun, makna simbolik, saha paedah saking kesenian jaranan
buta wonten ing Dhusun Cemetuk, Desa Cluring, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi.
Panaliten menika kalebet panaliten kualitatif. Data saking panaliten menika kalebet data
deskriptif awujud tembung-tembung utawi ukara-ukara saking informan. Sumber data-nipun
dipunpikantuk saking observasi, wawancara, saha dokumentasi kesenian jaranan buta ing
Dhusun Cemetuk, Desa Cluring, Kabupaten Banyuwangi. Caranipun ngempalaken data kanthi
teknik observasi partisipatif, teknik wawancara mendalam, saha teknik dokumentasi.
Caranipun nganalisis data kanthi analisis data induktif. Caranipun ngesahaken data panaliten
menika ngginakaken teknik trianggulasi sumber saha trianggulasi metode.
Asiling panaliten menika ngandharaken wujud mula buka, makna simbolik, sarta paedah
saking kesenian jaranan buta ing Dhusun Cemetuk, Desa Cluring, Kecamatan Cluring,
Kabupaten Banyuwangi. Kesenian jaranan buta menika asalipun saking Dhusun Cemetuk,
Desa Cluring, Kabupaten Banyuwangi. Mula bukanipun kesenian jaranan buta saking kerajaan
Blambangan. Makna simbolik saking kesenian jaranan buta nggambaraken pagesangan inggih
menika kangge tolak bala. Tolak bala menika kangge nolak babagan ingkang ala-ala, ingkang
dipun ibarataken buta, buta menika gadhah sipat-sipat ingkang ala tuladhanipun gadhah sipat
serakah, sarta culika sipat-sipat kalawau dipungadhahi dening manungsa. Kesenian jaranan
buta gadhah makna kangge sedaya tiyang, supados tiyang gesang ing alam donya kanthi sae
lan mupangati dhumateng tiyang sanes.Imam Kalimi2020-10-05T05:49:46Z2020-10-05T05:49:46Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69173This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/691732020-10-05T05:49:46ZTRADHISI LARUNG SESAJI WONTEN ING TLAGA PASIR, DESA SARANGAN, KECAMATAN PLAOSAN, KABUPATEN MAGETANPanaliten menika gadhah ancas kangge ngandharaken asal-usul wontenipun tradhisi larung sesaji, lampahing tradhisi larung sesaji, sesaji saha makna simbolik, sarta paedahipun tradhisi larung sesaji tumrap masarakat penyengkuyungipun.Panaliten menika migunakaken metode panaliten kualitatif. Caranipun ngempalaken data ing salebeting panaliten menika migunakaken pengamatan berperanserta saha wawancara mendalam. Caranipun nganalisis data ingkang dipunginakaken inggih menika mawi teknik analisis induktif. Caranipun ngesahaken data lumantar triangulasi sumber saha triagulasi metode.Asiling panaliten menika nedahaken bilih: (1) Asal-usul tradhisi larung sesaji menika wonten kalih versi, ingkang angka setunggal gegayutan kaliyan mitos menawi tlaga pasir menika papan ingkang sakral saha kathahipun kacilakan ingkang dumados ing tlaga. Ingkang angka kalih menika gegayutan kaliyan adat tradhisi masarakat Sarangan kangge mengeti tumapaking warsa Ruwah. (2) Lampahing tradhisi larung sesaji inggih menika awujud tirakatan, pager desa, nglarung sesaji, saha wilujengan. (3) Sesaji saha makna simbolik ingkang dipunginakaken kangge larung sesaji menika kangge mahyakaken raos sukur warga dhateng Ngarsanipun Gusti Allah, supados warga masarakat penyengkuyung pinaringan kawilujengan, katentreman, saha kebagaswarasan. (4) Paedahipun tradhisi larung sesaji tumrap masarakat panyengkuyung inggih menika (a) sarana nyenyuwun kawilujengan, (b) ngregengaken pariwisata Tlaga Pasir, saha (c) ngindhakaken ekonomi masarakat.
Pamijining tembung :Tradhisi Larung Sesaji, Tlaga PasirHurril Fitri Aini2020-10-05T05:43:12Z2020-10-05T05:43:12Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69172This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/691722020-10-05T05:43:12ZUPACARA TRADHISI GREBEG NGENEP WONTEN ING KOMPLEK NGENEP DESA DADAPAYU KECAMATAN SEMANU KABUPATEN GUNUNGKDULPanaliten menika nggadhahi ancas kangge ngandharaken mula bukanipun Upacara Tradhisi Grebeg Ngenep, prosesi Upacara Tradhisi Grebeg Ngenep, makna simbolik ubarampe sajen wonten ing salebeting Upacara Tradhisi Grebeg Ngenep saha paedahipun Upacara Tradhisi Grebeg Ngenep tumrap warga masarakat komplek Ngenep lan sakiwatengenipun.
Panaliten menika ngginakaken metode panaliten deskriptif kualitatif. Caranipun ngempalaken data ing salebeting panaliten menika ngginakaken metode observasi berpartisipatif, wawancara mandalam saha dokumentasi. Pirantining panaliten inggih menika panaliti piyambak ingkang kabiyantu mawi piranti kamera, perekam, saha piranti kangge nyerat. Caranipun nganalisis data ingkang dipunginakaken inggih menika teknik analisis induktif. Caranipun ngesahaken data lumantar triangulasi sumber saha triangulasi metode.
Asiling panaliten menika nedahaken bilih : (1) mula bukanipun Upacara Tradhisi Grebeg Ngenep menika minangka ulang tahun saha bebungah dhateng Ki Mento Kuasa minangka cikal bakal komplek Ngenep, ingkang saged mbendung Kali Dung Lumbu ingkang saben banjir ngelepi Kraton Surakarta. Saengga saben taun saksampunipun wulan Sapar warga komplek Ngenep ngawontenaken Grebeg Ngenep menika. (2) Prosesi upacara tradhisi Grebeg Ngenep menika kaperang dados (a) prosesi memule dinten Kamis Pon, saha (b) kirab Grebeg Ngenep menika wonten dinten Jumat Wage. (3) Makna simbolik ubarampe sajen wonten ing upacara tradhisi Grebeg Ngenep menika kangge wujud raos syukur kita dhumateng Gusti Ingkang Maha Kuwaos awit kawilujengan, katentreman, kabagaswarasan, sarta pinaringan gampil anggenipun pados rejeki anggenipun nglampahi pagesangan. (4) Paedahipun upacara tradhisi Grebeg Ngenep tumrap warga komplek Ngenep lan sakiwatengenipun inggih menika (a) paedah spiritual, (b) paedah sosial, saha (c) paedah nglestantunaken budaya.Heri Priyo Nugroho2020-10-04T05:15:51Z2020-10-04T05:15:51Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69154This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/691542020-10-04T05:15:51ZKESENIAN BUROK MEKAR BUDAYA WONTEN ING DHUSUN KUBANGSARI, DESA SARIREJA, KECAMATAN TANJUNG, KABUPATEN BREBESThis research was aimed to describe the origin of Burok art, Burok art procession and also benefits of Burok art for its supporting community.This was a qualitative research method. Data was gathered by an observation, in-depth interview and documentation. This research subject was researcher herself that was assisted by a digital camera, recorder and a writing device. Data was analyzed using a descriptive qualitative method. Data was validated using a triangulation technique.The research results yielded: (1) the origin of Burok. (2) Burok art performance was divided into three stages include (a) performance opening, (b) performance core. There were several Burok art performance cores include kuda lumping performance, barongsai, Burok ayu and parade, and (c) performance closure shown sulap (trick) and sintren, (3) the benefits of Burok art for the community included (a) spiritual benefit, (b) social benefit, (c) tradition preservation benefit and (d) entertainment benefit.Desi Lisufiana2020-10-04T05:02:39Z2020-10-04T05:02:39Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69153This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/691532020-10-04T05:02:39ZTRADHISI LARUNG SESAJI WONTEN ING TLAGA PASIR, DESA SARANGAN, KECAMATAN PLAOSAN, KABUPATEN MAGETANThis research was aimed to describe origins of larung sesaji (float offerings) tradition, larung sesaji process, sesaji and sesaji symbolic meaning and also larung sesaji tradition function for its supporting community.This was a quantitative research. Research data was obtained using a participation observation technique and an in-depth interview. Data analysis technique used was an inductive analysis. Data validity observation technique in this research used a source and method triangulation technique.The research results showed that: (1) origins of larung sesaji tradition has two version includes: firstly, the relationship between a mythos that tell a sacred board sand lake and lots of accident victims in that lake, secondly the relationship of Sarangan community tradition customs to celebrate an event in Ruwah (Javanese month), (2) larung sesaji procession are in forms of tirakatan (commemoration), pager desa, larung sesaji and selamatan (ceremonial event), (3) sesaji and symbolic meaning used in larung sesaji means gratitude to Allah SWT on bounty and enjoyment given, so that its supporting community obtain welfare, peace and health, (4) larung sesaji tradition function for its supporting community covers (a) religious function, (b) sand lake tourism function and (c) economic function.Hurril Fitri Aini2020-10-04T04:49:58Z2020-10-04T04:49:58Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69151This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/691512020-10-04T04:49:58ZUPACARA TRADHISI SLAMETAN PATANGPUH DINTEN SEDANIPUN TIYANG WONTEN ING DHUSUN MANGUNAN DESA MANGUNAN KECAMATAN DLINGO KABUPATEN BANTULThis research was aimed to describe origins of of the tradition ceremony of the holocaustforty days a person’s death, this study has the purpose to discuss the process of running salvation, sajen and symbolic sajen meaning, the benefits of the tradition for its supporting community.
This research has a purpose for knowing process ceremony. This study used qualitative research methods. How to collect research data using participant observation and in depth interview. This research equipment is book, photo camera, and voice recorder. How to analize data used is inductive data analysis technique. How to validate data by means of triangulation of sources and methods.
This research produces of the 1) process is divided into three namely a) surrendering offerings on the bed, b) eating pilgrimage, c) yasinan and tahlil. 2) The symbolic meaning of offerings as a flavor of gratitude, to apologize the deceased to be given place in the grave. 3) The benefits of the tradition ceremony of the death of the people divided into four ie a) religion benefits, b) benefits means shodaqoh, c) social benefits d) the benefits of preserving the culture.Anik Wulandari2020-10-02T05:58:32Z2020-10-02T05:58:32Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69129This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/691292020-10-02T05:58:32ZTRADHISI GUMBREGAN ING DESA KEMIRI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN GUNUNGKIDULThis research was aimed to describe the origin, the procession, symbolic meaning and the benefit of Gumbregan tradition for the society.
The nature of the research was qualitative research. The data was collected through observation, deep interview, and documentation. The research instruments used were researcher with voice recorder, camera, and stationaries. The data was validated using source and method triangulation.
The result of the shows that: 1) The origin of Gumbregan tradition was originated from the gratitude towards Sulaiman Prophet who had let mankind to keep them in their world, therefore this tradition is held to says prayer for the wellness of all animals in this world, for their safety and they will away from danger. (2) The procession of Gumbregan is divided into two parts: (a) preparing offerings, (b) the procession, namely the cattle feeding and kenduri Gumbregan. (3) The symbolic meaning of the offering describes the gratitude towards almighty God over His mercy and gifts on cattle and farming crops, also as the reminder for the spirits who have look after the cattle, it was hoped that the cattle will regenerate, healthy and away from any dangers. (4) The benefits of Gumbregan tradition for the society are : (a) spiritual benefits, (b) social benefits, and (c) tradition perseverance benefits.Ida Sulastri2020-10-02T00:40:49Z2020-10-02T00:50:06Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/69109This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/691092020-10-02T00:40:49ZTRADHISI ANDUM BERKAH BOLU RAHAYU ING KABUPATEN MAGETANPanaliten menika gadhah ancas kangge ngandharaken asal-usul tradhisi Andum Berkah Bolu Rahayu, prosesi saha lampahing tradhisi Andum Berkah Bolu Rahayu, makna simbolik ing tradhisi Andum Berkah Bolu Rahayu, saha paedah saking tradhisi Andum Berkah Bolu Rahayu ing kabupaten Magetan.
Panaliten menika migunakaken metode panaliten kualitatif. Caranipun ngempalaken data ing panaliten menika migunakaken observasi berperan serta, wawancara mendalam, saha dokumentasi. Piranti wonten salebeting panaliten menika migunakaken buku kangge nyerat, kamera, piranti perekam, saha handycamp. Caranipun analisis data ingkang dipunginakaken inggih menika teknik analisis data induktif. Caranipun ngesahaken data salebeting panaliten menika migunakaken teknik triangulasi sumber saha triangulasi metode, dipuntindakaken kanthi cara nandhingaken data asiling panaliten kalihan data asiling wawancara .
Asiling panaliten menika nedahaken bilih: (1) Asal-usul tradhisi Andum Berkah Bolu Rahayu ing kabupaten Magetan dipunwiwiti taun 2002 saking pamanggih para seniman, budayawan, tokoh agami, pemerentah, saha masarakat kabupaten Magetan ingkang gadhah ancas manggihaken tradhisi jawa ing masarakat menika saged rembaka malih kanthi tata cara ingkang langkung narik kawigatosan supados masarakat antusias anggenipun nyengkuyung tradhisi menika. (2) Prosesi saha lampahing tradhisi Andum Berkah Bolu Rahayu dipunwiwiti saking (a) pagelaran seni ledhug, (b) malem tirakatan, (c) mecah kendhi pertola, (d) kirab nayaka praja, (e) pasugatan seni, (f) andum berkah bolu rahayu. (3) Makna simbolik saking ubarampe saha sesajen ingkang dipunsamektakaken wonten tradhisi Andum Berkah Bolu rahayu menika gadhah ancas kangge nyuwun karahayon marang Gusti. (4) Paedah saking tradhisi Andum Berkah Bolu Rahayu ing kabupaten Magetan inggih menika, (a) paedah sosial, (b) paedah ekonomi, (c) paedah pariwisata, saha (d) paedah kabudayan.
Pamijining tembung: Tradhisi. Andum Berkah Bolu Rahayu, Magetan.Afrinka Handita Puspitasari2016-12-14T01:55:13Z2020-10-19T05:29:51Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/44569This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/445692016-12-14T01:55:13ZUPACARA ADAT MALAM 1 SURA DI DESA TRAJI
KECAMATAN PARAKAN KABUPATEN TEMANGGUNG
JAWA TENGAHPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan rangkaian prosesi upacara, makna simbolik sesaji, serta fungsi upacara adat malam 1 Sura di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik observasi berpartisipasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan menggunakan alat bantu perekam, kamera dan alat bantu tulis. Analisis data yang digunakan adalah kategorisasi dan perbandingan berkelanjutan. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi metode dan sumber.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Rangkaian prosesi upacara adat malam 1 Sura terdiri atas beberapa tahap, yakni diawali dengan persiapan, yaitu rapat, persiapan sesaji, selamatan di rumah Kepala Desa Traji dan persiapan pelaku upacara. Pelaksanaan upacara adat malam 1 Sura terdiri dari selamatan (kenduri) di Balai Desa, Kirab Pengantin Lurah Traji, Upacara di Sendhang Si Dhukun, Upacara di Kalijaga, ritual nukonI, ritual sungkeman di Balai Desa, Upacara di Makam Kyai Adam Muhammad, Upacara di Gumuk Guci dan ditutup dengan pementasan wayang kulit. (2) Makna simbolik sesaji dibagi menjadi dua, yaitu makna simbolik sesaji untuk diletakkan di tempat-tempat yang dianggap keramat, yaitu makna simbolik nasi uncet, empon-empon, juwadah pasar, kembang katelon, uang wajib, dan makna simbolik sesaji untuk pelaksanaan upacara adat malam 1 Sura yaitu makna simbolik gunungan, bucu asin, sega golong, kepala kambing, ingkung, bungkusan beras putih dan beras kuning, kembang setaman, bucu ketan salak, jenang sengkala, pala pendhem, pisang raja, perlengkapan kecantikan, kendhi, telur mentah, lanyahan, kupat, gantal, rokok, katul, tikar dan kemenyan sebagai simbol permintaan ijin kepada roh-roh leluhur yang membantu permohonan masyarakat penyelenggara. (3) Fungsi upacara adat malam 1 Sura adalah sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME, gotong royong, mempererat tali persaudaraan, memberikan hiburan, meningkatkan pendapatan, dan melestarikan warisan leluhur. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu, pada zaman sekarang masih banyak masyarakat yang percaya dengan upacara adat malam 1 Sura sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan mata air di Sendhang Si Dhukun. Pengunjung yang datang masing-masing memiliki tujuan yang berbeda.Sandra Delli Marselina2016-04-21T08:24:38Z2020-10-19T06:11:29Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/31611This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/316112016-04-21T08:24:38ZPROSESI UPACARA KIRAB PANJI LAMBANG DAERAH
BANJARNEGARA DI KABUPATEN BANJARNEGARAProsesi Upacara Kirab Panji Lambang Daerah Banjarnegara
di Kabupaten Banjarnegara
Oleh Eva Nur Fauziyah
NIM : 05205241022
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan asal-usul kota Banjarnegara,
prosesi Upacara Kirab Panji Lambang Daerah Banjarnegara, makna simbolik
Upacara Kirab Panji Lambang Daerah bagi masyarakat Kabupaten Banjarnegara,
dan fungsi Upacara Kirab Panji Lambang Daerah Banjarnegara.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif untuk mendeskripsikan upacara
Kirab Panji Lambang Daerah Banjarnegara di Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten
Banjarnegara. Sumber data utama penelitian ini berupa deskripsi setting Upacara
Kirab Panji Lambang Daerah Banjarnegara, serta dokumen atau referensi yang
mendukung data utama. Data diperoleh dengan observasi dan wawancara mendalam
dengan sesepuh, kepala desa dan orang-orang yang terlibat serta memiliki
pengetahuan tentang Upacara Kirab Panji Lambang Daerah Banjarnegara.
Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan alat bantu kamera digital,
catatan wawancara dan kamera video serta alat tulis. Analisis data yang digunakan
adalah kategorisasi dan perbandingan berkelanjutan. Keabsahan data digunakan
triangulasi data yang meliputi teknik triangulasi sumber dan teknik triangulasi
metode.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) asal-usul Prosesi Upacara Kirab
Panji Lambang Daerah Banjarnegara, di Kecamatan Banjarmangu Kabupaten
Banjarnegara berdasarkan: (a) kisah Kyai Ageng Maliu pendiri Desa Banjar, (b)
Kabupaten Banjar Petambakan, (c) Banjar watu Lembu Pindah ke Banjarnegara, (d)
penetapan Hari Jadi Banjarnegara; (2) rangkaian prosesi Upacara Kirab Panji
Lambang Daerah Banjarnegara, meliputi : (a) persiapan meliputi mempersiapkan
tempat, mempersiapkan bahan dan perlengkapan, pembuatan gunungan sayuran,
gunungan buah, (b) pelaksanaan meliputi pembukaan, sambutan-sambutan dan
penyerahan Panji Lambang Daerah Banjarnegara, inti terdiri dari Kirab Panji
Lambang Daerah Banjarnegara, penyambutan rampak bedug, rebutan Gunungan,
tarian Tari Tiara, sidang paripurna DPRD dan ditutup oleh do’a; (3) Makna simbolik
Upacara Kirab Panji Lambang Daerah Banjarnegara yaitu Panji Lambang Daerah
Banjarnegara menggambarkan indahnya Kabupaten Banjarnegara dan menjadi
sarana kemakmuran masyrakat Banjarnegara, gunungan yang menyimbulkan
kesederhanaan antar warga yang rukun satu sama lain serta menjaga tali silaturahmi
yang mencerminkan rasa persatuan dan kesatuan antara warga setempat dengan
warga lain di luar Kabupaten Banjarnegara; (4) Fungsi Upacara Kirab Panji
Lambang Daerah tersebut antara lain (a) fungsi spiritual, (b) fungsi sosial, (c) fungsi
budaya dan (d) fungsi ekonomi.Eva Nur Fauziyah2016-04-18T07:03:31Z2020-10-19T06:02:45Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/31228This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/312282016-04-18T07:03:31ZSIMBOL WUJUD SYUKUR YANG TERKANDUNG DALAM TRADISI
BERSIH DESA DI SENDANG KALISONG, GUNUNG NGLANGGERAN,
PATUK, GUNUNGKIDULABSTRAK
Penelitian ini mengkaji tentang upacara tradisi bersih desa di Sendang
Kalisong. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan asal-usul tradisi bersih
desa, prosesi tradisi bersih desa, simbol sikap hidup syukur yang terkandung
dalam tradisi bersih desa, serta fungsi upacara tradisi bersih desa bagi masyarakat
pendukungnya.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Setting penelitian
dilaksanakan di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan observasi
berpartisipasi, wawancara mendalam dengan sesepuh, pinisepuh, juru kunci, dan
warga Desa Nglanggeran yang terlibat serta memiliki informasi tentang tradisi
bersih desa di Sendang Kalisong, Gunung Nglanggeran. Instrumen penelitian ini
adalah peneliti sendiri menggunakan alat bantu perekam, catatan lapangan, catatan
wawancara, handycam, dan alat tulis. Teknik analisis data yang digunakan adalah
analisis induktif. Teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan triangulasi
sumber dan metode.
Hasil penelitian ini mendeskripsikan mendeskripsikan asal-usul pemberian
nama Desa Nglanggeran, rangkaian prosesi tradisi bersih desa, simbol sikap
hidup syukur yang terkandung dalam tradisi bersih desa, serta fungsi upacara
tradisi bersih desa bagi masyarakat pendukungnya. Rangkaian prosesi meliputi (a)
persiapan, yaitu musyawarah desa, pembersihan makam Gedhe, mendirikan tenda
dan pembuatan gunungan, (b) pelaksanaan, meliputi pelaksanaan kirab gunungan
dari padukuhan masing-masing, arak-arakan kirab gunungan menuju Pendapa
Sendang Kalisong, acara inti di Lapangan Karang, kenduren rasulan, serta ledhek/
tayuban sebagai puncak acara. Fungsi yang terdapat dalam tradisi bersih desa di
Sendang Kalisong, Gunung Nglanggeran, Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk,
Kabupaten Gunungkidul, meliputi fungsi spiritual, fungsi sosial, fungsi ekonomi,
dan fungsi wisata.Erna Fariyasari2016-04-12T01:26:04Z2020-10-19T05:36:16Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/30858This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/308582016-04-12T01:26:04ZGREBEG SURAN SEDHEKAH BUMI (GSSB) DI OBYEK WISATA
BATURRADEN DESA KARANGMANGU KECAMATAN BATURRADEN
KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAHABSTRAK
Fokus masalah penelitian ini adalah mendeskripsikan tentang asal-usul,
prosesi upacara, makna simbolik yang terkandung dalam sesaji dan fungsi folklor.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui asal-usul, prosesi upacara, makna
simbolik sesaji dan fungsi folklor.
Landasan teori yang digunakan yaitu menggunakan teori folklor dan
simbol. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif etnografi dengan pendekatan emik. Pengumpulan data dilakukan dengan
cara pengamatan berperan serta, dan wawancara mendalam. Instrumen utama
adalah peneliti sendiri. Analisis data dilakukan selama pengumpulan data dan
setelah data terkumpul. Untuk mengecek keabsahan data digunakan teknik
triangulasi metode dan sumber.
Hasil didapatkan dari penelitian ini adalah GSSB di Obyek Wisata
Baturraden meliputi empat aspek, yaitu: (1) Asal-usul berdasarkan Kisah
Baturraden yang terbagi menjadi 2 versi. (2) Prosesi upacara terbagi menjadi dua
tahap, yaitu persiapan dan pelaksanaan. Persiapan meliputi mimiti dan pendakian
Gunung Slamet. Pelaksanaan meliputi: (a) Pembuka, yaitu persiapan ruwatan; (b)
Inti, yaitu ruwatan, arak-arakan, rebut gunungan, dan larungan; (c) Penutup,
yaitu Tasyakuran dan penyembelihan kambing kendhit di petilasan Baturraden.
Malamnya diadakan hiburan pagelaran wayang kulit. (3) Makna simbolik yang
terkandung dalam sesaji adalah agar upacara dapat berjalan tanpa gangguan suatu
apapun yang mendatangkan keselamatan dan keberhasilan, yang berupa: ayam
panggang, tumpeng, pisang raja, jajan pasar, kelapa muda, bubur abang putih,
minuman, rokok, kinang, godhong dhadhap srep, alat kecantikan, kembang telon,
kemenyan, kambing kendhit, gunungan. (4) Fungsi folklor tersebut terdiri atas;
ngalap berkah, tolak bala, memohon keselamatan dan penghormatan terhadap
arwah leluhur. “GSSB merupakan kegiatan kebudayaan sebagai sarana untuk
Ngalap Berkah bagi kehidupan masyarakat pendukungnya.”Ika Dianawati2015-08-13T10:25:41Z2020-10-02T08:25:28Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/24980This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/249802015-08-13T10:25:41ZUPACARA TRADISIONAL TUK SI BEDUG DI DESA MARGODADI, KECAMATAN SEYEGAN, KABUPATEN SLEMANPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan upacara tradisional Tuk si Bedug, meliputi: asal-usul, prosesi, makna simbolik ubarampe, serta fungsi upacara tradisional Tuk si Bedug bagi masyarakat pendukungnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Sumber data penelitian meliputi juru kunci, modin, sesepuh serta warga yang terlibat langsung dalam pelaksanaan upacara tradisional Tuk si Bedug. Pemerolehan data penelitian menggunakan teknik pengamatan berperanserta dan wawancara mendalam. Peniliti sebagai instrumen penelitian, menggunakan alat bantu perekam suara dan kamera foto mengikuti jalannya rangkaian upacara tradisional Tuk si Bedug mulai dari tahap persiapan sampai dengan pelaksanaan. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis induktif. Teknik pemeriksaan keabsahan data pada penelitian ini menggunakan teknik triangulasi sumber dan metode.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa:; (1) asal-usul upacara tardisional Tuk si Bedug berasal dari perjalanan Sunan Kalijaga dalam menyebarkan agama Islam di wilayah Margodadi, dimana pada saat itu beliau beristirahat di sebuah dusun yaitu dusun Mranggen. Pada saat akan mengambil air wudhu untuk sholat Jum’at, beliau kesulitan mendapatkan air,kemudian ditancapkanlah tongkat beliau ke tanah, tak berapa lama munculah mata air. Mata air ini dinamakan Tuk si Bedug. Selanjutnya beliau berjalan ke arah selatan dan sampailah di suatu tempat, beliau yang beristirahat sambil menyisir rambut dan memotong kuku tanpa sengaja rambut dan potongan kuku tersebut terjatuh atau dalam bahasa Jawa disebut nggregeli. Dusun tempat dimana jatuhnya rambut dan potongan kuku Kanjeng Sunan inilah sampai sekarang disebut dusun Grogol diambil dari kata nggregeli.(2) prosesi upacara tradisional Tuk si Bedug terdiri atas tahapantahapan, yaitu persiapan dan pelaksanaan, tahapan persiapan terdiri atas persiapan tempat dan perlelengkap, pembuatan sesaji kenduri pamidhangan dan pembuatan gunungan kirab. Tahapan pelaksanaan terdiri atas pengambilan air ‘tirta suci’, kenduri pamidhangan, pamidhangan dan kirab budaya Tuk si Bedug. (3) makna simbolik ubarampe upacara tradisional Tuk si Bedug antara lain sekul gurih yang bermakna penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Ingkung yang bermakna selalu berpasrah kepada Allah SWT, cethil yang bermakna lambang persatuan serta gunungan wuluwetu yang bermakna rasa syukur kepada Allah SWT atas rejeki dan nikmat yang diberikan. (4) Fungsi upacara tradisional Tuk si Bedug bagi masyarakat pendukungnya meliputi fungsi religi, fungsi sosial, fungsi pariwisata, fungsi ekonomi dan fungsi pelestarian tradisi.Nita Apriyatun2015-08-12T11:49:12Z2020-10-19T05:56:44Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/24862This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/248622015-08-12T11:49:12ZTRADHISI RITUAL SLAMETAN WONTEN ING PETILASAN ARDI LAWET DESA PANUSUPAN REMBANG PURBALINGGAPerkawis ingkang dipunrembag wonten panaliten inggih menika (1) Kadospundi sejarahipun petilasan Ardi Lawet wonten ing Desa Panusupan Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga; (2) Kadospundi tradhisi ritual slametan wonten ing petilasan Ardi Lawet Desa Panusupan Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga; (3) Kadospundi paedahipun ritual slametan ingkang dipuntindakaken wonten ing petilasan Ardi Lawet Desa Panusupan Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga.
Gegaran teori ingkang dipunginakaken wonten ing panaliten inggih menika folklore, saha tradhisi. Paedah saking panaliten menika wonten paedah praktis saha paedah teoritis. Metode ingkang dipunginakaken wonten ing panaliten inggih menika kualitatif naturalistik. Cara ingkang dipunginakaken kangge ngempalaken data wonten ing panaliten inggih menika ngangge tehnik observasi partisipasi, wawancara mendalam, saha dokumentasi.
Asiling panaliten inggih punika masarakat taksih kathah ingkang ngawontenaken ritual slametan. Kathah sebab ingkang mangaribawani masarakat ing desa Panusupan saha para panjurungipun tradhisi ritual slametan pitados dhateng tradisi ritual slametan, inggih punika wontenipun raos yakin dhateng kabudayan kasebut, raos pitados menawi ngawontenaken ritual slametan saged nuwuhaken tentreming batos, saha raos pitados menawi ngawontenaken ritual slametan slametan sedaya panyuwunanipun dhumateng Gusti Ingkang Maha Kuwaos enggal dipunijabahi. Paedah ritual slametan wonten ing petilasan Ardi Lawet inggih punika paedah spiritual, social, nglestantunaken tradhisi, saha ekonomi.Irvan Kurnia Fadlil2015-08-12T10:24:18Z2020-10-02T08:15:34Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/24836This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/248362015-08-12T10:24:18ZUPACARA NYADRAN PETILASAN KI GONOTIRTO ING DESA HARGOTIRTO, KOKAP, KULON PROGOPanaliten menika dipunadani wonten ing Hargotirto, Kokap, Kulon Progo. Panaliten menika gadhah ancas kangge ngandharaken lampahing upacara Nyadran Petilasan Ki Gonotirto. Sasanesipun menika ugi ngandharaken wujud akulturasi budaya wonten ing upacara Nyadran Petilasan Ki Gonotirto.
Panaliten menika migunakaken panaliten kualitatif. Caranipun ngempalaken data ing salebeting panaliten menika migunakaken pengamatan berperan serta saha wawancara. Piranting panaliten inggih menika panaliti piyambak ingkang kabiyantu mawi piranti perekam, kamera foto saha piranti kangge nyerat. Caranipun nganalisis data ingkang dipunginakaken inggih menika teknik analisis induktif. Caranipun ngesahaken data lumantar triangulasi sumber lan metode.
Asiling panaliten menika nedahaken bilih (1) lampahing upacara kaperang dados 2 tahap : (a) cecawis upacara ingkang awujud rapat panitia, cecawis papan, miwiti tatacara adat matur dhateng Ki Gonotirto, nyuceni saha mbeleh menda, kelet, mendhem sirah, rah, tracak, damel ubarampe sajen slametan, nyamaptaaken daging wonten ing takir, andum kalakan, pakuncen atur panuwun; (b) lampahing upacara ingkang awujus miwiti upacara tradhisi nyadran, tanggap wacana, waosan jejering wilujengan kalajengaken donga, andum ingkung, panutup, andum sajen slametan saha andum takir, ingkang pungkasan reresik lokasi. (2) akulturasi budaya ingkang kaperang dados 5 warni : akulturasi donga, akulturasi sesaji, akulturasi kapitadosan, akulturasi artefak, akuturasi busana.Rani Ambarwati2015-08-12T10:05:51Z2020-10-02T08:37:08Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/24824This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/248242015-08-12T10:05:51ZUPACARA TRADHISI LABUHAN AGENG ING SEGANTEN SEMBUKAN, DESA PARANGGUPITO, KECAMATAN PARANGGUPITO, KABUPATEN WONOGIRIPanaliten menika gadhah ancas kangge ngandharaken asal-usul wontenipun upacara tradisi labuhan ageng, lampahan, makna simbolik ubarampe wonten ing upacara tradisi labuhan ageng saha ngandharaken paedahipun upacara labuhan ageng kangge masyarakat panyengkuyung. Panaliten menika migunakaken metode panaliten kualitatif. Caranipun ngempalaken data wonten ing saklebetipun panaliten menika migunakaken pengamatan berperanserta, wawancara mendalam saha dokumentasi. Pirantining panaliten inggih menika panaliti piyambak ingkang kabiyantu mawi kamera foto, handycam, voice recorder, saha piranti kangge nyerat. Caranipun nganalisis data ingkang dipunginakaken wonten ing panaliten inggih menika teknik analisis induktif. Caranipun ngesahaken data menika ngginakaken triangulasi sumber, saha triangulasi metode.
Asiling panaliten menika nedahaken bilih: (1) asal usul wontenipun upacara labuhan ageng menika dipunwiwiti saking lampahipun Raden Mas Said ingkang nyenyuwun kanthi semedi wonten ing nginggil redi gendera sakpinggiripun Seganten Sembukan. Malem Jumat Pon tabuh 01.30 ing wulan Sura 1848 panyuwunanipun Raden Mas Said menika dipunkabulaken. (2) lampahan upacara tradhisi labuhan ageng menika kaperang dados kalih tahap, inggih menika: (a) cecawis upacara ingkang awujud rapat panitia labuhan ageng, cecawis papan panggenan, cecawis piranti, saha cecawis sesaji, (b) lampahan upacara labuhan ageng, ingkang awujud pambuka, atur pambagyaharja, kirab, pasrah saha tampi sesaji, ikrar, donga, labuhan, saha panglipur. Ing adicara labuhan menika wonten adicara rayahan gunungan saha nglabuh sesaji. (3) makna simbolik sesaji ingkang dipunginakaken ing saklebetipun upacara tradhisi labuhan ageng menika kangge ngandharaken raos sukur ing Ngarsanipun Gusti Ingkang Maha Kuwaos awit sampun paring kanugrahan dhumateng warga masyarakat panyengkuyung. Sesaji ingkang dipundamel menika ugi kangge sarana mangayubagya warsa enggal 1 Muharam 1435 H, supados warga masyarakat panyengkuyung tansah pikantuk pangayoman saking Gusti Ingkang Maha Kuwaos. (4) Paedahipun upacara labuhan ageng tumraping warga panyengkuyung inggih menika (a) paedah ing bidang tradhisi, (b) paedah sosial, (c) paedah ekonomi, saha (d) paedah pariwisata.Feby Sonita Umaya Asmuni2015-08-11T10:42:06Z2020-10-02T08:37:56Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/24744This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/247442015-08-11T10:42:06ZUPACARA TRADHISI KIRAB BRATA METRI BUMI WONTEN ING DHUSUN KALIURANG, DESA HARGOBINANGUN, KECAMATAN PAKEM, KABUPATEN SLEMANPanaliten menika gadhah ancas kangge ngandharaken asal-usul upacara Tradhisi Kirab Brata Metri Bumi, prosesi lampahing upacara Kirab Brata Metri Bumi, makna simbolik sajen ing salebeting upacara Kirab Brata Metri Bumi sarta paedahipun upacara Kirab Brata Metri Bumi tumprap warga Kaliurang saha sakiwatengenipun.
Panaliten menika migunakaken metode panaliten kualitatif. Caranipun ngempalaken data ing salebeting panaliten menika migunakaken observasi partisipasi saha wawancara mendalam. Pirantining panaliten inggih menika panaliti piyambak ingkang kabiyantu mawi piranti perekam, kamera foto saha piranti kangge nyerat. Caranipun nganalisis data ingkang dipunginakaken inggih menika teknik analisis induktif. Caranipun ngesahaken data lumantar triangulasi sumber lan metode.
Asiling panaliten menika nedahaken bilih: (1) Asal-usul Upacara Kirab Brata Metri Bumi saking kaprihatosanipun warga kaliurang rikala kurdaning redi merapi taun 1994 ingkang ndadosaken wilayah kaliurang nandhang sungkawa. Adhedhasar kawontenan menika Paguyuban Pangesthi Jawi ngawontenaken Kirab Brata. Kirab Brata menika ngubengi Dusun Kaliurang, anggenipun mlampah kirab kanthi mendel. Saking Kirab menika nudhuhaken laku prihatosipun masyarakat kaliurang supados tlatah kaliurang pikantuk kawilujengan saha katentreman. (2) Prosesi lampahing upacara Kirab Brata Metri Bumi kaperang dados 4 prosesi : (a) kendhuri wilujengan, (b) kirab brata metri bumi, (c) kendhuri baritan, (d) ringgit purwa (3) Makna simbolik sajen ingkang dipunginakaken ing salebeting upacara Kirab Brata Metri Bumi menika kangge mahyakaken raos sukur kita dhateng ngersaning Gusti Ingkang Maha Agung awit kawilujengan, katentreman, kabagaswarasan sarta pinaringan gampil anggenipun ngupadi rejeki ing sajroning lampah pagesanganipun. (4) Paedahipun upacara Kirab Brata Metri Bumi tumpraping warga kaliurang saha sakiwatengenipun inggih menika (a) paedah spiritual, (b) paedah sosial, (c) paedah ekonomi saha (d) paedah pelestari tradhisi.Dhyan Widhy Astuti2015-05-05T03:21:43Z2020-10-02T08:12:55Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/18140This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/181402015-05-05T03:21:43ZREGISTER RINGGIT TIYANG SRIWEDARI LAMPAHAN ‘ANOMAN OBONG’Panaliten menika gadhah ancas kangge ngandharaken (1) register ingkang wonten ing ringgit tiyang Sriwedari lampahan ‘Anoman Obong’ (2) ancas saking panganggening register menika wonten ringgit tiyang Sriwedari lampahan ‘Anoman Obong’ (3) nilai ingkang kawrat wonten ing register wayang wong Sriwedari lampahan ‘Anoman Obong’.
Panaliten menika kalebet panaliten deskriptif, inggih menika panaliten ingkang ngasilaken data deskriptif arupi tetembungan ingkang dipunserat utawi lisan saking tindak tanduk tiyang ingkang dipunamati. Register menika dipunwatesi wonten ing register pocapan kemawon. Cara ngempalaken data migunakaken teknik nyimak saha transkripsi. Tegesipun pocapan menika dipunmirengaken wongsal wangsul lajeng dipunserat babagan registeripun. Uji validitas wonten ing panaliten migunakaken pertimbangan para ahli (expert judgement), dene uji reabilitas migunakaken reabilitas interrater.
Asiling panaliten wonten 10 register, janturan, kandha janturan, carita, suluk, ada-ada, pathetan, sasmitha gending, sasmitha dhalang, ginem, kombangan. Saben register menika gadhah ancas ingkang beda-beda. Janturan menika kangge ngandharaken jejer sepisan. Kandha janturan kangge ngandharaken jejer saklajengipun kanthi gamelan. Carita menika
ngandharaken jejer ingkang wonten mboten dipuniringi gamelan. Ada-ada menika ngandharaken kahanan ingkang semangat. Suluk menika ngandharaken kahanan tintrim, Pathet menika kangge gantosing pathet utawi swasana. Sasmita gendhing kangge tandha kangge niyaga kedah nyekaraken satunggaling lagon. sasmita dhalang menika tandha kangge niyaga kangge ancas tartamtu. Ginem menika kangge langkung ngandharaken carios ingkang wonten. Kombangan menika kangge langkung ngresepaken swasana saha tandha gamelan kedah ngelik. Nilai ingkang wonten inggih menika nilai budaya, nilai moral saha nilai estetika.Muhamad Al Ma Arif2015-05-05T03:01:53Z2020-10-19T05:34:44Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/18131This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/181312015-05-05T03:01:53ZRITUAL ING SALEBETING TARI ANGGUK DHUSUN KEMIRI DESA PURWOBINANGUN KECAMATAN PAKEM KABUPATEN SLEMANPanaliten menika gadhah ancas kangge ngandharakenmula bukanipun beksa angguk, prosesi, lampahipun beksa angguk, makna simbolik sesajen ing salebeting tari angguk sarta paedahipun Ritual ing salebeting beksa angguk tumrap warga panyengkuyung.
Panaliten menika migunakaken metode panaliten kualitatif. Caranipun ngempalaken data migunakaken observasi partisipasi saha wawancara mendalam. Pirantining panaliten menika panaliti piyampak ingkang kabiyantu mawi piranti kamera, foto, perekam saha piranti kangge nyerat. Caranipun nganalisis data ngginakaken teknik analisis induktif. Aranipun ngesahaken data mawi triangulasi sumber saha metode.
Asiling panaliten nedahaken bilih: (1) mula bukanipun beksa Angguk saking kadiraja lajeng turun temurun dumugi samenika. (2) prosesi ingkang dipunlamapahi saderengipun beksa angguk kaperang dados 4 rerangken: (a)Kempalan, (b) Latihan, (c) Cecawis sajen, (d) Cecawis Piranti. (3) Lampahipun beksa Angguk, sabibaripun beksa angguk ngawontenaken evaluasi. (3) Makna simbolik sesaji ingkang dipunginakaken wonten Ritual ing salebeting tari angguk minangka raos sukur kita dhumateng Gusti saha nyuwun keslametan, kawilujengan, saha gampil anggenipun ngupadi rejeki ing pagesangan. (4) Paedah Ritual ing salebeting tari angguk tumraping warga panyengkuyung inggih mneika (a) paedah spiritual, (b) paedah sosial, (c) paedah ekonomi, (d) paedah ngelstantunaken budaya.Andri Krisma Devi2015-05-05T02:06:00Z2020-10-02T08:23:37Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/18110This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/181102015-05-05T02:06:00ZKESENIAN BADUI WONTEN ING DHUSUN KLAWISAN, DESA MARGOAGUNG, KECAMATAN SEYEGAN, KABUPATEN SLEMANPanaliten menika gadhah ancas kangge ngandharaken Kesenian Badui wonten ing Dhusun Klawisan, Desa Margoagung, Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman, mliginipun mula bukanipun kesenian Badui, lampahing pentas kesenian Badui, sarta paedahipun kesenian Badui.
Panaliten menika ngginakaken metode kualitatif naturalistik. Sumber data ing panaliten inggih menika Kesenian Badui ing Dhusun Klawisan, Desa Margoagung, Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman. Informan ing panaliten inggih menika pendiri paguyuban, pejengklek, pambawa, penabuh, saha anggota paguyuban kesenian Badui. Data dipunkempalaken mawi cara observasi berpartisipasi, wawancara mendalam, saha dokumentasi. Pirantining panaliten inggih menika panaliti piyambak ingkang kabiyantu mawi piranti kamera digital, recorder, lan piranti kangge nyerat. Caranipun nganalisis data menika mawi cara induktif. Caranipun ngesahaken data mawi cara triangulasi sumber lan metode.
Asiling panaliten nedahaken bilih: (1) mula bukanipun kesenian Badui wonten ing Dhusun Klawisan dipunrintis dening Bapak Boidi ingkang dipunsengkuyung kaliyan masarakat amargi kangge ngawontenaken kagiyatan wonten ing masjid Baiturrohman ingkang frekuensi jamaahipun mandhap, (2) lampahing pentas kesenian Badui kaperang dados kalih rerangken, inggih menika (a) cecawis angliputi latihan kaliyan nata piranti saha perlengkapan, (b) pelaksanaan angliputi atur pambagyaharja saha pentasipun kesenian Badui, (3) paedahing kesenian Badui kangge masarakat inggih menika (a) paedah religius, (b) paedah nglestantunaken tradhisi, (c) paedah hiburan, (d) paedah sosial, (e) paedah ekonomi, saha (f) paedah kesehatan.Lisa Dewi Nurul Anisa2015-05-04T07:27:29Z2020-10-19T05:36:40Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/18070This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/180702015-05-04T07:27:29ZUPACARA PAWIWAHAN ADAT JAWI WONTEN ING SERAT CENTHINIPanaliten menika dipuntindakaken kanthi ancas kangge ngandharaken upacara pawiwahan adat Jawi wonten ing Serat Centhini. Panaliten menika ngandharaken caranipun nemtokaken bakal mantu saha tata cara upacara pawiwahan wonten ing Serat Centhini.
Panaliten menika kalebet jinis panaliten content analisys. Data ing panaliten menika upacara pawiwahan wonten ing Serat Centhini. Sumber data panaliten menika Serat Centhini Latin asil pelatinan saking Serat Centhini anggitanipun Paku Buwana V dening Karkono Kamajaya. Panaliten menika dipuntliti kanthi analisys content. Teknik anggenipun ngempalaken data menika kanthi maos saha nyerat. Data dipunanalisis ngangge teknik content analysis inggih menika panaliti ngandharaken caranipun nemtokaken bakal mantu saha tata cara upacara pawiwahan wonten ing Serat Centhini.
Asiling panaliten menika nedahaken bilih (1) caranipun nemtokaken bakal mantu ingkang dipunpanggihaken inggih menika (a) pasatowan salaki rabi, lan (b) bibit, bebet, lan bobot; (2) tata cara upacara pawiwahan ingkang dipunpanggihaken inggih menika (a) ubarampe utawi sajen upacara pawiwahan, (b) saperangan acara selametan (c) pakaryan tiyang gadhah damel utawi rewang, (d) milih dinten kangge ngresmikaken upacara penganten, (e) nampi sumbangan, (f) lamaran, (g) paningset, (h) tarub lan majang, (i) midadareni, (j) nyantri, (k) penganten siram, (l) ijab, (m) panggih, (n) boyongan, (o) upacara khusus, saha (p) adat pawiwahan miturut saperangan agami lan syariat Nabi.Hervinne Diarthaningtyas2015-04-10T06:30:01Z2020-10-02T08:13:49Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/15918This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/159182015-04-10T06:30:01ZUPACARA TRADHISI MERTI BUMI TUNGGUL ARUM ING DHUSUN TUNGGUL ARUM DESA WONOKERTO KECAMATAN TURI KABUPATEN SLEMAN (KAJIAN FOLKLOR, TATACARA, MAKNA SIMBOLIK SAHA PAEDAH)Panaliten menika gadhah ancas kangge ngandharaken mula bukanipun upacara tradisi merti bumi Tunggul Arum, tatacara, makna simbolik sesaji wonten ing upacara tradisi merti bumi saha ngandharaken paedahipun upacara merti bumi Tunggul Arum kangge masyarakat.
Panaliten menika migunakaken metode panaliten deskriptif kualitatif. Caranipun ngempalaken data wonten ing saklebetipun panaliten menika migunakaken wawancara mendalam, observasi saha dokumentasi. Pirantining panaliten inggih menika panaliti piyambak ingkang kabiyantu mawi kamera foto, handycam, voice recorder, saha piranti kangge nyerat. Caranipun nganalisis data ingkang dipunginakaken wonten ing panaliten inggih menika teknik analisis induktif. Caranipun ngesahaken data menika ngginakaken triangulasi sumber, saha triangulasi metode.
Asiling panaliten menika nedahaken bilih: (1) mula bukanipun upacara tradhisi merti bumi menika dipunwiwiti nalika taun 1961 saben wulan sapar. Sakderengipun taun 1961 menika nama dhusunipun taksih Tunggul Wulung,ingkang dunungipun wonten ing sisih kilen lepen Bedhog, ananging wiwit taun 1961 dhusunipin dipunpidhah wonten ing sisih wetan lepen Bedhog, amargi menawi redi merapi menika erupsi, dhusuniupun boten wonten jalur evakuasi kangge warga, wiwit saking menika, namanipun dados dhusun Tunggul Arum. (2) lampahan upacara tradhisi merti bumi menika kaperang dados tigang tahap, inggih menika: (a) gotong royong bersih dhusun (b) pengaosan khoul Kyai Wulung arum. (c) kirab merti bumi Tunggul Arum. (3) makna simbolik sesaji ingkang dipunginakaken ing saklebetipun upacara tradhisi Merti Bumi menika minangka raos sukur ing Ngarsanipun Gusti Ingkang Maha Kuwaos awit sampun paring kanugrahan dhumateng warga masyarakat. Sesaji ingkang dipundamel menika ugi kangge sarana ngemutaken dhateng leluhur utawi cikal bakalipun
dhusun inggih menika Kyai Wulung Arum. (4) Paedahipun upacara Merti bumi tumraping warga masyarakat inggih menika (a) paedah ing bidang kabudayan, (b) paedah sosial, (c) paedah ekonomi, saha (d) paedah pariwisata.Ana Muslimati Amalia2012-12-18T06:31:14Z2020-10-19T06:06:12Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/9245This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/92452012-12-18T06:31:14ZLAKU NENEPI DI MAKAM PANEMBAHAN SENOPATI KOTAGEDEPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tata cara dan tujuan laku
nenepi di makam Panembahan Senopati, prosesi laku nenepi di makam Panembahan
Senopati, ubarampe laku nenepi di makam Panembahan Senopati, serta fungsi laku
nenepi di makam Panembahan Senopati bagi masyarakat pendukungnya.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata lisan dari orang dan perilaku yang diamati. Sumber data dalam
penelitian ini adalah pelaku nenepi makam Panembahan Senopati, juru kunci makam
serta warga Kotagede. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
pengambilan informan dengan pengamatan berperan serta dan wawancara mendalam.
Instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri. Analisis data dilakukan selama
pengumpulan data dan setelah data terkumpul. Untuk mengecek keabsahan data
digunakan teknik triangulasi metode dan sumber.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi laku nenepi makam
Panembahan Senopati di Kotagede meliputi empat aspek, yaitu: 1) tata cara laku
nenepi yang dikeluarkan oleh pihak kraton serta tujuan laku nenepi yaitu ngalap
berkah untuk mewujudkan keinginannya; 2) prosesi laku nenepi makam Panembahan
Senopati yaitu pelaku nenepi harus bersuci dan berganti pakaian adat Jawa serta
menyiapkan sesaji kemudian melakukan prosesi doa dan nyekar; 3) ubarampe laku
nenepi makam Panembahan Senopati berupa kembang liman, kembang telon,
kembang setaman, dupa, menyan, terkadang juga ditambah minyak fanbo, dan air
kelapa muda; 4) fungsi tradisi laku nenepi makam Panembahan Senopati, yaitu fungsi
spiritual, sarana memohon berkah (ngalap berkah), fungsi ekonomi (menyewakan
lahan parkir, membuka warung makan, menjual bunga, menjual kerajinan dari perak),
serta fungsi pelestarian tradisi.Kasih Fatimah Tunjung 2012-07-02T01:54:10Z2020-10-19T05:08:46Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/1333This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/13332012-07-02T01:54:10ZUPACARA ADAT BERSIH DESA MBAH BREGAS DI DUSUN NGINO XII DESA
MARGO AGUNG KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMANPenelitian ini mengkaji tentang upacara Bersih Desa Mbah Bregas. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan asal-usul upacara Bersih Desa Mbah Bregas, prosesi upacara Bersih Desa Mbah Bregas, makna simbolik sesaji pada upacara Bersih Desa Mbah Bregas, serta fungsi upacara Bersih Desa Mbah Bregas bagi masyarakat pendukungnya.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan observasi partisipasi, wawancara mendalam dengan sesepuh, pinisepuh, juru kunci dan warga Desa Margo Agung yang terlibat serta memiliki informasi tentang upacara Bersih Desa Mbah Bregas. Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan alat bantu perekam, catatan lapangan, catatan wawancara, handycam, dan alat tulis. Analisis data yang digunakan adalah kategorisasi dan perbandingan berkelanjutan. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi sumber dan triangulasi metode.
Hasil penelitian ini mendeskripsikan asal-usul upacara Bersih Desa Mbah Bregas, prosesi upacara Bersih Desa Mbah Bregas, makna simbolik sesaji pada upacara Bersih Desa Mbah Bregas, serta fungsi upacara Bersih Desa Mbah Bregas bagi masyarakat pendukungnya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) asal-usul upacara Bersih Desa Mbah Bregas berawal dari cerita rakyat Mbah Bregas; (2) prosesi upacara Bersih Desa Mbah Bregas meliputi (a) persiapan, yaitu bersih lingkungan desa, pembuatan gunungan, pembuatan sesaji; (b) pelaksanaan meliputi kenduri merti dhusun, ziarah kubur, pengambilan air suci sendang Planangan, tirakatan, pesemayaman gunungan, wilujengan ageng, pasrah sesaji, pertunjukan wayang kulit, kirab budaya Mbah Bregas, dan yang terakhir upacara Bersih Desa Mbah Bregas; (c) hiburan, yaitu pertunjukan kesenian kuda lumping dan pasar malam; (3) makna simbolik sesaji upacara Bersih Desa Mbah Bregas meliputi (a) tumpeng hubungan manusia dengan Tuhan, (b) menyan makanan enak bagi leluhur dan pengharum, (c) pisang ayu memilih yang terbaik untuk perwujudan sarana permohonannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, (d) jajan pasar memiliki makna untuk memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan adanya pasar maka kebutuhan manusia dapat terpenuhi, (e) bunga sebagai pewangi, (f) kinang mentaati perintah, jiwanya suci, dan memiliki watak yang gembira; (4) fungsi upacara Bersih Desa Mbah Bregas antara lain (a) fungsi ritual, (b) fungsi sosial, (c) fungsi melaksanakan kebersihan lingkungan, (d) fungsi pelestarian tradisi, (e) fungsi rekreasi, (f) fungsi ekonomi, dan (g) alat sedekah.Beti Rahmasari Utami2012-06-21T04:24:03Z2020-10-02T08:36:03Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/564This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/5642012-06-21T04:24:03ZCommon Sense Outlook on Local Wisdom and Identity:
A Contemporary Javanese Native’s Experience*This paper explores local wisdom and identity as experienced by the writer as a Javanese
through his common sense. The writer is interested on this topic since he is seeing the fact of the ‘lost
generation’ in the society he is living in: Yogyakarta. This fact is seen in many aspects of life: be it
media, language, food, medicine, and many other cultural artifacts. Therefore, the writer finds it
significant to identify and redefine our identity by employing our local wisdom to cope with the
challenging global influence and to give contribution to the world.
Key words: local wisdom, Javanese culture, identity, global culturesAsih Sigit Padmanugraha Asih Sigit Padmanugraha