Lumbung Pustaka UNY: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-28T09:39:14ZEPrintshttp://eprints.uny.ac.id/apw_template/images/sitelogo.pnghttps://eprints.uny.ac.id/2019-09-24T04:49:54Z2021-05-28T05:42:05Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/65991This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/659912019-09-24T04:49:54ZPengalaman remaja tentang pola asuh keluarga di kota Yogyakarta.Budaya Jawa memiliki karakteristik dalam hal mengasuh anak, di mana orang tua memiliki posisi yang lebih tinggi daripada anak-anak mereka secara keseluruhan. Di sisi lain, remaja Jawa seperti remaja pada umumnya, mereka membutuhkan kebebasan berpikir dan berekspresi selama proses pengembangan identitasnya. Kedua kondisi ini menimbulkan masalah bagi pendidik dan orang tua tentang cara pengasuhan yang tepat untuk remaja Jawa saat ini. Penelitian tentang praktik pengasuhan tentang budaya Jawa dalam perspektif remaja masih sangat jarang. Tujuan penelitian ini untuk mengeksplorasi: 1) Status identitas remaja aspek keyakinan agama, tanggung jawab personal, dan pemilihan vokasional; 2) Pengalaman remaja tentang pola asuh keluarga yang dimaknai positif oleh para remaja dalam proses pembangunan identitas diri; dan 3) Pengalaman pola asuh keluarga yang dimaknai negatif oleh para remaja dalam proses pembangunan identitas diri.
Peneliti menggunakan metode fenomenologi untuk memahami fenomena ini. Respondennya sebanyak delapan siswa yang berasal dari SMA Negeri I Yogyakarta dan SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta, dengan kriteria remaja berusia antara 16-17 tahun, pelajar SMA, tinggal di lingkungan budaya Jawa, dan tinggal dengan orang tua kandung. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara individu semi-terstruktur. Analisis data menggunakan metode analisis Collaizzi yang dikembangkan oleh Moustakas (1994).
Hasil penelitian ini sebagai berikut: 1) Status identitas diri para remaja aspek keyakinan agama, tanggung jawab personal, dan pemilihan vokasional, perkembangannya berbeda-beda, sesuai dengan potensi diri dan pola asuh yang mereka alami; 2) Dalam proses pembangunan identitas diri remaja, pola asuh yang dimaknai positif oleh para remaja adalah adanya tujuan pendidikan keluarga yang jelas; ada nilai-nilai yang ditanamkan sejak kecil, dan dilakukan dengan cara menumbuhkan budaya dalam keluarga. 3) Pola asuh keluarga yang dimaknai negatif oleh para remaja cenderung tentang strategi pola asuh yang dianggap tidak menghargai perasaaan para remaja dan dianggap merampas otonomi remaja, meliputi cara bicara yang kasar, orang tua yang menghakimi, tidak terpenuhi kebutuhan diapresiasi, orang tua tidak konsisten, dan diawasi secara berlebihanEnung HasanahZamroni Zamroni2016-06-08T07:35:21Z2019-01-29T08:21:09Zhttp://eprints.uny.ac.id/id/eprint/34160This item is in the repository with the URL: http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/341602016-06-08T07:35:21ZIdentitas Profesional Guru IPS SMP Pascasertifikasi di
Kabupaten SlemanPenelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi identitas profesional guru IPS SMP pascasertifikasi di Kabupaten Sleman yang meliputi: 1) konteks lingkungan kerja, 2) tingkat kepedulian guru sebagai pendidik, 3) tingkat kepedulian guru sebagai pembelajar, 4) tingkat kepedulian guru sebagai anggota bidang pendidikan IPS, dan 5) efikasi diri.
Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan kuantitatif deskriptif. Populasi penelitian ini adalah guru IPS SMP pascasertifikasi di Kabupaten Sleman yang berjumlah 191 orang. Sampel penelitian sebanyak 60 orang dengan teknik simple random sampling. Instrumen pengumpulan data utama berupa angket yang digunakan untuk memperoleh data tentang konteks lingkungan kerja, tingkat kepedulian sebagai pendidik, tingkat kepedulian sebagai pembelajar, tingkat kepedulian sebagai anggota bidang pendidikan IPS, dan efikasi diri. Data dianalisis dengan teknik deskriptif kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) konteks lingkungan kerja guru IPS SMP pascaserifikasi di kabupaten Sleman didominasi oleh guru yang termasuk kategori tinggi yaitu 81,7%. Artinya sebagian besar guru IPS SMP pascasertifikasi sudah mendapat dukungan yang tinggi dari lingkungannya yang berupa terpenuhinya jam kerja, dukungan untuk mengembangkan profesi, dan tersedianya fasilitas pendidikan. 2) Tingkat kepedulian guru sebagai pendidik didominasi oleh guru yang termasuk kategori task concern yaitu 85%. Artinya dalam melakukan tugasnya sehari-hari, mereka hanya fokus pada tanggung jawabnya secara individu di dalam kelas. Pengembangan kesepakatan pada level sekolah mengenai metode pembelajaran dan pedagogi dianggap sesuatu yang kurang penting. 3) Tingkat kepedulian guru sebagai pembelajar sebanyak 51,7% termasuk dalam kategori task concern. Artinya mereka menganggap bahwa pengembangan profesionalisme yang paling penting adalah mengembangkan bahan ajar dan cara mengajar sebagai tanggungjawab individu. 4) Tingkat kepedulian guru sebagai anggota bidang pendidikan IPS didominasi oleh guru yang termasuk kategori self concern yaitu 76,7%. Artinya mereka belum memiliki kemampuan untuk memberikan informasi tentang inovasi pembelajaran IPS kepada sesama guru IPS. 5) Efikasi diri sebanyak 53% tergolong tinggi. Artinya 53% guru IPS SMP pascasertifikasi memiliki kemampuan tinggi dalam melakukan manajeman kelas, keterampilan melaksanakan berbagai strategi pembelajaran, dan kemampuan mendidik siswa.Enung Hasanah