%L UNY74938 %K policy implementation, education MSS, and junior high school %D 2019 %T IMPLEMENTASI KEBIJAKAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2018 %A Aristi Octaviana Dewi %I Universitas Negeri Yogyakarta %X Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mendeskripsikan mekanisme implementasi kebijakan SPM pendidikan, (2) Mengidentifikasi permasalahan implemantasi kebijakan SPM pendidikan, (3) Mendeskripsikan penyebab permasalahan implementasi kebijakan SPM pendidikan, dan (4) Mendeskripsikan solusi pemecahan masalah implementasi kebijakan SPM pendidikan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian studi kasus. Subyek penelitian ini adalah Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Subbagian Perencanaan dan Evaluasi, Koordinator SPM Pendidikan Dasar, Koordinator UPT SPM Pendidikan Dasar, Kepala SMPN 2 Mlati, Kepala SMP Dr. Wahidin Mlati, dan Kepala SMP Diponegoro Depok. Penentuan subjek di sekolah dilakukan dengan pertimbangan yaitu 3 sekolah dari 113 sekolah oleh Dinas Pendidikan. Tempat penelitian berada di Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman dan sekolah yang terpilih. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan studi dokumen. Uji keabsahan data dilakukandengan uji kredibilitas dan pengujian validitas. Teknik analisis data menggunakan analisis taksonomi Spradley. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Mekanisme implementasi kebijakan SPM Pendidikan Dasar di Kabupaten Sleman dimulai dari sosialisasi atau pendampingan SPM pendidikan, pengisian angket SPM pendidikan, pelaporan angket SPM pendidikan, pendataan SPM di SiAPP (Sistem Aplikasi Perhitungan Pemenuhan), monitoring dan evaluasi SPM pendidikan, analisis data SPM, dan pengambilan kebijakan sesuai dengan hasil SPM pendidikan. Berdasarkan hasil sensus pemenuhaan, rata-rata pencapaian SPM Pendidikan Dasar di Kabupaten Sleman sudah 95 %. Kebijakan berdampak pada rencana anggaran pendidikan. (2) Terdapat indikator pencapaian 2.3 dan 9 menurun. (3) Indikator pencapaian 2.3 yaitu kapasitas rombongan belajar menurun 3,44 % karena ada 8 sekolah dari 113 sekolah yang jumlah kapasitas melebihi 32 peserta didik dalam satu rombongan belajar dan indikator pencapaian 9 yaitu kualifikasi S-1/D-IV dan sertifikasi tenaga pendidik menurun 0,52 % karena adanya tenaga pendidik yang pensiun digantikan tenaga tidak tetap. (4) Pemerintah memberikan solusi dengan memberikan kesempatan sekolah untuk menyesuaikan kapasitas atau mengajukan rombongan belajar baru. Selain itu, tenaga pendidik yang belum berkualifikasi akan diberikan waktu untuk melanjutkan dan mengikutsertakan sertifikasi bagi tenaga pendidik yang sudah menjadi pegawai tetap