@phdthesis{UNY38003, month = {August}, author = {Khristianto Khristianto}, title = {Variasi Keluasan Makna Pengalaman Register Komunikasi Semiotik Translasional (KST) Multibahasa: Teks ?Ronggeng Dukuh Paruk? Berbahasa Indonesia, Jawa, dan Inggris}, school = {UNY}, year = {2011}, keywords = {variasi keluasan makna, pengalaman register, Komunikasi Semiotik Translasional (KST), multibahasa}, abstract = {Penelitian merupakan bagian dari salah satu penelitian di bawah payung penelitian yang diberikan kepada Program Pascasarjana UNY dan memperoleh dukungan dana Hibah Pascasarjana dari DP2M Ditjen Dikti. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap jenis-jenis variasi keluasan makna pengalaman (KMP) dalam novel multibahasa ?Ronggeng Dukuh Paruk? berbahasa Indonesia, Jawa dan Inggris, mengetahui tingkat variasi proses, mengetahui variasi KMP secara keseluruhan, dan menemukan efek variasi KMP terhadap keutuhan makna pada masing-masing teks terjemahan. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yang menerapkan metode analisis isi, yakni analisis isi semantik makna pengalaman dengan fokus pada keluasannya. Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri yang menerapkan Translatics sebagai landasan teoretiknya. Sumber data penelitian ini adalah tiga novel dalam tiga sistem semiotik denotatif (metasemiotik), bahasa Indonesia (T1), Jawa (T2) dan Inggris (T3). Data penelitian berupa satuan-satuan semantik makna pengalaman yang secara fungsional terwujud dalam unit klausa transtivitas, dengan fokus pada KMP. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca dan catat. Teknik analisis data dilakukan mengikuti prosedur yang rinci dalam konstruk analisis. Pemeriksaan keabsahan data dan analisisnya dilakukan melalui member validation check dan peer review, yang melibtakan orang-orang yang memahami teori SFL dan penerapannya dalam kajian penerjemahan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wujud variasi KMP yang paling dominan adalah variasi 0 baik dalam T1-T2 maupun T1-T3. Hal ini mencirikan fenomena translasional dengan keterikatan pada konteks intertekstual yang kuat. Meskipun ikatan tersebut masih menyisakan ruang bebas, terbukti dari kemunculan variasi 6, sehingga pencipta T2 maupun T3 dapat menciptakan atau menghilangkan unit makna setingkat kalimat/klausa untuk berkompromi dengan konteks bahasa sasaran maupun demi preferensi gaya ungkap yang ia pilih. Varisi proses pada T1-T2 meliputi 25 variasi, dengan perubahan ke proses eksistensial yang paling menonjol. Sistem bahasa T2 tampaknya memang cenderung mengemas pengalaman dalam proses eksistensial. Sementara itu, dalam T1:T3, terjadi 27 variasi dengan fitur dominan variasi yang melibatkan proses-proses utama, terutama ke arah proses atribut. Hal ini dipicu konteks perbedaan bahasa dan kecenderungan untuk memodifikasi gaya ekspresi dari harfiah ke metaforis atau sebaliknya. Secara umum, tingkat variasi KMP dalam T1-T2 maupun T1-T3 sangat rendah, dengan rerata masing-masing 5,13 dan 9,15. Temuan ini makin memperkuat bukti bahwa konteks intertekstual (T1) sangat mempengaruhi penciptaan T2 maupun T3. Efek perubahan KMP secara umum tidak berpengaruh pada keutuhan makna. Kemunculan unsur makna baru berfungsi merinci, mengeksplisitkan makna, adaptasi gramatikal. Begitu halnya dengan variasi proses yang tidak berimplikasi pada perubahan makna klausa secara utuh, karena variasi proses dipicu cara pengungkapan yang berbeda, dari literal ke metaforis atau sebaliknya, perbedaan penekanan pesan, perbedaan perspekstif, serta transformasi modulasi, yang dilakukan dengan tetap menghadirkan makna-makna yang selaras.}, url = {http://eprints.uny.ac.id/38003/} }