%T Pendayagunaan Modal Sosial dalam Pendidikan Karakter (Studi Kasus SD Sapen dan SD Budi Mulia Dua Yogyakarta) %I UNY %D 2015 %L UNY29922 %K pendidikan karakter, modal sosial, program afektif, kedisiplinan, penugasan, living values, happy learning %A Kurotul Aeni %X Penelitian ini bertujuan menemukan bentuk, perbedaan, dan ciri khas pendayagunaan modal sosial dalam pendidikan karakter di SD Sapen dan SD Budi Mulia Dua Yogyakarta. Penelitian kualitatif dengan pendekatan naturalistik studi kasus ini menjadikan SD Sapen dan SD Budi Mulia Dua sebagai subjek penelitian. Pengambilan data menggunakan metode pengamatan partisipan, wawancara mendalam, dan dokumen. Instrumen utama adalah peneliti sendiri. Uji keabsahan data dilakukan dengan cara: triangulasi, analisis kasus negatif, dan member check. Data dianalisis dengan mengadaptasi model interaktif Miles dan Huberman. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut (1) Pendayagunaan modal sosial dalam pendidikan karakter di SD Sapen dan SD Budi Mulia Dua diaplikasikan dalam kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler, budaya sekolah, serta program khusus pembentukan karakter. Pendayagunaan modal sosial mampu memperkuat pendidikan karakter melalui penanaman nilai-nilai karakter dan keteladanan secara integral oleh seluruh sivitas akademika. Pendayagunaan modal sosial memperkuat karakter seperti: religiusitas, kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat & komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab, kebersamaan, kerjasama, solidaritas, keadilan, ketulusan, ketekunan, keberanian, penghargaan, cinta ilmu, kritis, dan percaya diri. Aspek modal sosial yang didayagunakan dalam pendidikan karakter SD Sapen dan SD Budi Mulia Dua meliputi: kerjasama dan tindakan kolektif, informasi dan komunikasi, kelompok dan jaringan, kepercayaan dan solidaritas, kohesi dan inklusi sosial, pemberdayaan, norma, pendelegasian wewenang, bonding, bridging, dan linking. (2) Perbedaan pendidikan karakter terletak pada budaya sekolah masing-masing, aspek modal sosial yang didayagunakan, program karakter dan kemampuan guru dalam memberi keteladanan. Pendidikan karakter SD Sapen lebih eksplisit dan terstruktur melalui program afeksi didukung program karakter yang meliputi: program pembiasaan, monitoring activity, program keteladanan, program kebersihan dan kesehatan lingkungan, nasionalisme dan patriotisme, pengembangan kreativitas, program unggulan, pembinaan siswa berprestasi, outdoor learning dan training dibanding character building SD Budi Mulia Dua dengan program Gret Papat Lungo Ijo, religious activities, program cinta damai, pengembangan kreativitas, homestay, living values, nasionalisme dan patriotisme. (3) Ciri khas SD Sapen lebih berorientasi pada budaya disiplin, program afektif dan metode penugasan sehingga menghasilkan peserta didik yang religius, disiplin, kerja keras, tekun, percaya diri, peduli sosial dan lingkungan, cinta damai, kemampuan bersaing, kreatif dan kritis; SD Budi Mulia Dua pada metode happy learning yang memotivasi kreativitas, pendampingan dan living values yang menghasilkan karakter religius, kebersamaan, menghargai perbedaan, peduli sosial dan lingkungan, cinta damai, berani, kreatif dan dinamis. Pendidikan karakter SD Sapen yang beragam, eksplisit dan terstruktur lebih unggul dalam capaian karakter dan akademiknya dibanding SD Budi Mulia Dua, terbukti mampu meraih juara I The Best Practice Pendidikan Karakter Tingkat Nasional Tahun 2013 dan Anugerah Citra Indonesia 2015 The Best Performance Elementary School of The Year. Kelemahannya pada intensitas kegiatan pembelajaran dan program karakter membuat peserta didik secara psikologis merasa dalam tekanan. SD Budi Mulia Dua dengan metode happy learning dan pendampingan melahirkan suasana belajar yang menyenangkan dan kekeluargaan tetapi cenderung melahirkan sikap kurang disiplin, kurang fokus dan kurang semangat dalam bersaing. Pendayagunaan modal sosial dalam kegiatan ekstrakurikuler memiliki pengaruh yang kuat terhadap pembentukan karakter peserta didik dibanding intrakurikuler.