%0 Thesis %9 S2 %A Rofisian, Nela %B Program Pascasarja %D 2015 %F UNY:29305 %I UNY %K problem based learning, keterampilan berpikir kritis, motivasi berprestasi %T Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis dan Motivasi Berprestasi Melalui Model Problem Based Learning Dalam Pembelajaran IPS di Kelas V SD Caturtunggal 3 %U http://eprints.uny.ac.id/29305/ %X Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan motivasi berprestasi melalui model problem based learning dlam pembelajaran IPS di kelas V SD Caturtunggal 3. Model problem based learning melatih siswa untuk menunjukkan kemampuannya dalam menyelesaikan permasalahan, sehingga dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan motivasi berprestasi siswa. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan model siklus dari Kemmis & McTaggart. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Caturtunggal 3 Sleman Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan bulan Februari sampai dengan Mei 2015, dengan menggunakan model problem based learning. Penelitian ini berlangsung sebanyak dua siklus yaitu Siklus I dan Siklus II. Peneliti, rekan guru, dan rekan sejawat bertindak sebagai observer/pengamat, sedangkan pelaksana tindakan adalah guru kelas V SD Caturtunggal 3. Subjek penelitian adalah siswa kelas V karena kelas ini merupakan kelas yang belum mengoptimalkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Data yang diperoleh disajikan dalam tabel, dan dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model problem based learning dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan motivasi berprestasi siswa kelas V SD Caturtunggal 3. Penelitian berlangsung sebanyak dua siklus dan telah terjadi peningkatan keterampilan berpikir kritis dan motivasi berprestasi yang signifikan. Pada Siklus I dilakukan pembelajaran IPS dengan model problem based learning dengan hasil observasi keterampilan berpikir kritis sebesar 33% (klasifikasi “kurang baik”). Hasil peningkatan tes keterampilan berpikir kritis dari 24% (klasifikasi “kurang baik”) menjadi 70% (klasifikasi “cukup baik”) dan peningkatan motivasi berprestasi dari 14% (klasifikasi “sangat kurang”) menjadi 55% (klasifikasi “cukup baik”). Siklus II dengan model yang sama dan materi yang berbeda terjadi peningkatan hasil observasi keterampilan berpikir kritis dari 33% (klasifikasi “kurang baik”) menjadi 82% (klasifikasi “baik”). Hasil peningkatan tes keterampilan berpikir kritis dari 70% (klasifikasi “cukup baik”) menjadi 94% (klasifikasi “baik”) dan peningkatan motivasi berprestasi dari 55% (klasifikasi “cukup baik”) menjadi 82% (klasifikasi “baik”).