@inproceedings{UNY27717, booktitle = {9th International Conference on Malaysia-Indonesia Relations (PAHMI 9) Faculty Of Social Sciences Yogyakarta State University}, title = {Islam dan Peradaban di Wilayah Tanah Buton (Sulawesi Tenggara) dalam Perspektif Sejarah}, author = {Muhammad Bahar Akkase Teng}, year = {2015}, url = {http://eprints.uny.ac.id/27717/}, abstract = {Dalam makalah ini akan dibahas mengenai perkembangan Islam dan peradaban, adat dan mitos di Wilayah Buton dalam perspektif Sejarah. Islam di Sulawesi Tenggara (Sultra) adalah agama mayoritas yang dianut oleh sekitar 95\% penduduk provinsi ini. Adat suatu aturan, kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi masyarakat pendukungnya; Ada tiga adat di Sulawesi Tenggara khusus di wilayah Buton, yang masih dipertahankan oleh masyarakat Buton sampai sekarang; a) Posuo, b) Pahalata, c) Pomaloa Masuknya agama Islam di Sulawesi Tenggara, di Kepulauan Buton dibawah oleh para pedagang muslim dari Gujarat, dan kaum muslim berkebangsaan Arab. Penerimaan Islam di Wilayah ini bergelombang, (a).Islam diterima secara formal di Buton dan Muna. Ini dimulai sejak masuknya Islam raja Buton yang ke VI yang bernama La Kilaponto.(perobahn raja menjadi sultan) (b). meskipun Islam telah menjadi agama resmi, namun penataan kerajaan berdasarkan nilai-nilai Islam baru lahir pada masa sultan ke IV Dayanu Ikhsanuddin.(c) Gerakan Islamisasi kerajaan Buton gelombang ketiga terjadi pada era Sultan ke V.. Peradaban Islam. a)Etnik/Suku Buton, memiliki 4 bahasa yang digunakan oleh 4 kelompok/etnik, yakni Bahasa Pancana, Cia-Cia, Pulo (Wakatobi), dan Moronene. b)Bidang Pertahanan Keamanan memiliki falsafah perjuangan yaitu (Harta rela dikorbankan demi keselamatan diri) (Diri reladikorbankan demi keselamatan negeri)(Negeri rela dikorbankan demi keselamatan pemerintah)(Pemerintah rela dikorbankan demi keselamatan agama) c)Masjid Agung Keraton Buton di Sultra, merupakan peninggalan Kerajaan Islam Buton. Masjid ini punya kisah mengenai 'lubang yang menuju Mekkah'. d) Huruf Arab. Semua perundangan ditulis dalam bahasa Walio menggunakan huruf Arab, yang dinamakan Buru Wolio seperti kerajaan-kerajaan Melayu menggunakan bahasa Melayu tulisan Melayu/Jawi. Huruf dan bahasa tersebut selain digunakan untuk perundangan, juga digunakan dalam penulisan salasilah kesultanan, naskhah-naskhah dan lain-lain. Kata Kunci : Islam, peradaban, adat dan sejarah} }