%D 2013 %I UNY %T PERANAN SRI PAKU ALAM VIII PADA MASA AGRESI MILITER BELANDA II DI YOGYAKARTA TAHUN 1948-1949 %L UNY21740 %X Agresi Militer Belanda ke Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948 mengakibatkan lumpuhnya pemerintahan RI. Pucuk pimpinan RI ditawan oleh Belanda, sehingga eksistensi RI mengalami masa-masa yang kritis. Pada saat inilah Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Pak Alam VIII tampil melawan Belanda dengan mendukung penuh para gerilyawan dalam melawan Belanda. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan perjuangan Sri Paku Alam VIII pada masa Agresi Militer Belanda II. Metode dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat langkah. Pertama adalah heuristik, yaitu menghimpun sumber-sumber baik dengan mengkaji buku-buku yang relevan serta wawancara dengan beberapa pihak. Langkah kedua adalah kritik sumber dimana penulis meneliti sumber yang diperoleh baik secara ekstern maupun intern sehingga diperoleh data yang dapat dipertanggungjawabkan. Setelah dilakukan kritik sumber, tahap ketiga yaitu menafsirkan secara analisis atau sintetis dari bahan yang telah diperoleh sebagai tahap interpretasi. Tahap keempat adalah historiografi (penyajian), dimana pada bagian ini penulis menyajikan hasil penafsiran tersebut secara kronologis dan deskriptif analitis dalam bentuk karya sejarah. Berdasarkan masalah yang dikaji dalam penelitian dapat disimpulkan bahwa Sri Paku Alam VIII yang lahir pada Minggu Pon 29 Mulud atau bersamaan dengan 10 April 1910 dengan nama sebagai BRM Haryo Sularso Kunto Suratno. Kemudian berganti nama KPH Suryodilogo. Ketika Republik Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia melalui Amanat 5 September 1945, dimana Yogyakarta adalah daerah istimewa di bawah Republik Indonesia. Pada masa Agresi Militer Belanda Kedua, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII mendukung penuh perjuangan para gerilyawan dalam menghadapi Belanda. Sri Sultan Hamengkubuwono IX juga berinisiatif agar diadakan serangan umum yang kemudian dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret 1949. Serangan ini ternyata mampu mendesak Belanda baik di medan pertempuran maupun dalam meja diplomasi. Perserikatan Bangsa-Bangsa mendesak agar Belanda mengembalikan ibukota Republik Indonesia di Yogyakarta, membebaskan pemimpin-pemimpin RI yang ditawan serta melanjutkan perundingan perdamaian yang pada akhirnya akan berujung dengan diserahkannya kedaulatan dari Belanda kepada Republik Indonesia Serikat. Kata Kunci : Sri Paku Alam VIII Agresi Militer Belanda II, 1948-1949 %A Bauti Dewi