@phdthesis{UNY17973, school = {Fakultas Ilmu Sosial}, year = {2011}, author = {Tri Rahayuningsih}, title = {Kebijakan Belanda dan Mangkunegaran Menanggulangi Pelacuran di Surakarta 1870-1907}, abstract = {Perkembangan pelacuran mengalami peningkatan secara drastis di Jawa pada abad XIX, terutama setelah tahun 1870 ketika ekonomi kolonial terbuka bagi modal swasta. Meluasnya perkebunan, pembangunan jalan raya dan jalan kereta api yang menghubungkan suatu tempat ketempat lainnya dan perkembangan industri gula memerlukan buruh upahan yang umumnya terkait dengan migrasi internal kaum laki-laki. Tidak diketahui secara pasti munculnya pelacuran di Surakarta. Akan tetapi pekembangan pesat pelacuran dapat diperkirakan karena migrasi internal akibat munculnya buruh bayaran di lingkungan perkebunan tebu, maka perkembangan pelacuran di wilayah ini baru berkembang pesat pada abad XIX. Sejak saat itu sistem gaji buruh dalam bentuk uang (cash) mulai diperkenalkan. Tujuan penelitian ini ialah ingin mengetahui bagaimana perkembangan pelacuran, kebijakan yang dilakukan, serta dampak dari tindak prostitusi itu sendiri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah kritis. Pertama, heuristik yang merupakan tahap pengumpulan data atau sumber-sumber sejarah yang relevan. Kedua kritik sumber, merupakan tahap pengkajian terhadap otentisitas dan kredibilitas sumber-sumber yang diperoleh yaitu dari segi fisik dan isi sumber. Ketiga, interpretasi yaitu dengan mencari keterkaitan makna yang berhubungan antara fakta-fakta yang telah diperoleh sehingga lebih bermakna. Keempat, historiografi yaitu penyampaian sintesis dalam bentuk karya sejarah. Bentuk-bentuk kebijakan untuk menanggulangi prostitusi dilakukan oleh pihak Belanda dan Mangkunegaran sebagai penguasa di Surakarta. Hal ini dapat diketahui dari berbagai peraturan yang sengaja dibuat untuk mengatur tindak prostitusi di wilayah tersebut. Pemerintah Hindia Belanda tanggal 15 Juli 1852 mengeluarkan peraturan yang menyetujui adanya komersialisasi aktivitas prostitusi. Peraturan ini berfungsi sebagai upaya untuk mencegah praktek prostitusi liar agar persebaran penyakit kelamin bisa ditekan dan praktek prostitusi lebih terkontrol. Sikap pemerintah kolonial terhadap prostitusi lebih terfokus pada masalah kesehatan dan bukan pada pertimbangan moral. Peraturan tentang prostitusi di wilayah Mangkunegaran diatur dalam pranata persundelan tahun 1907. Dalam aturan itu juga diatur tentang kewajiban aparat kepolisian mengawasi para pelacur di wilayah kerjanya, kewajiban pelacur untuk melapor kepada kepala distrik setempat, pemeriksaan kesehatan terhadap para pelacur yang tercatat dalam buku register, izin pendirian tempat pelacuran larangan meminum minuman keras dan hukumannya. Walaupun telah dibuat kebijakan mengenai pelacuran akan tetapi tindakan tersebut tidak dapat dihentikan. Hanya saja dapat diperkecil tingkat penyebarannya. Dampak pelacuran secara umum ialah menyebarnya penyakit kelamin seperti Siphilis dan Morbi Veneris, merusak sendi-sendi pendidikan moral, karena bertentangan dengan norma agama, susila dan hukum, serta menimbulkan tindak kriminalitas, seperti perjudian, munculnya tempat percanduan serta kebiasaan mabuk. Kata kunci : Kebijakan, Pelacuran, Surakarta.}, url = {http://eprints.uny.ac.id/17973/} }