%K relasi politik, otonomi guru, dan dominasi kekuasaan %X Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menjelaskan upaya guru dalam membangun otonomi menuju terwujudnya profesionalisme, (2) menemukan ada tidaknya politik dominasi penguasa daerah terhadap otonomi guru, (3) menemukan bentuk politik dominasi penguasa daerah terhadap otonomi guru, dan (4) menjelaskan implikasi politik dominasi penguasa terhadap pengembangan otonomi guru. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif fenomenologis. Lokasinya di Kabupaten Bantul, DIY. Subjek terdiri dari kepala sekolah, guru, pengawas SD, ketua KKG, kepala UPT PPD, pengurus PGRI dan PGSI, pejabat pemerintah daerah, Pejabat Dinas Pendidikan Dasar, dan pimpinan DPRD yang sebagian di antaranya dipilih secara stratified dan purposive. Secara keseluruhan berjumlah 37 orang. Prosedur penelitian ditempuh dengan lima langkah, dengan metode penggalian data: angket terbuka, wawancara mendalam, dan kajian dokumen. Trainggulasi ditempuh melalui (1) trianggulasi metode dan sumber, (2) diskusi ahli, dan (3) rival explanations. Analisis data dilakukan melalui analisis data kualitatif fenomenologis sebagaimana diusulkan oleh John W. Creswell, yaitu dengan data managing, reading and memoing, describing, classifying, interpreting, dan visualizing. Penelitian ini menghasilkan empat temuan. Pertama, upaya guru dalam membangun otonominya menuju sosok profesional dipengaruhi oleh dinamika politik. Banyak pihak menginginkan peningkatan otonomi guru diarahkan pada peningkatan kemampuan profesional yang mendukung pencapaian kemajuan masyarakat. Namun guru lebih realistik, yakni peningkatan otonominya diarahkan untuk memenuhi kewajibannya sebagai guru sebagaimana dituntut undang-undang, berupa peningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi. Peningkatan kualifikasi akademik dicapai guru melalui studi lanjut, peningkatan kompetensi ditempuh melalui belajar mandiri, diskusi dalam KKG, diklat, bintek, seminar, dan lokakarya sekolah, pengajian, dan briefing kepala sekolah. Untuk itu, otonomi guru dapat dikembangkan lebih jauh pada penguasaan kompetensi yang berakar pada empat pilar politik ideologi kebangsaan, sehingga dia perlu mengembangkan ideologi kritis-humanis. Kedua, terdapat politisasi guru oleh penguasa daerah. Hal tersebut dilakukan melalui ‘praktik terselubung’ untuk ‘meraih dukungan’ atau legitimasi dan berujung pada political bargaining dan power sharing berupa‘imbalan jasa politik’ dalam bentuk ‘jabatan politik’. Ketiga, ada dua bentuk politik dominasi penguasa terhadap guru, yaitu melalui ‘politik kooptasi’ dan melalui ‘politik pengambilan hati’. Keempat, adanya implikasi negatif dan positif dari praktek politisasi guru oleh penguasa dearah. Politik kooptasi berimplikasi negatif pada melemahnya sikap kritis guru, sedangkan politik pengambilan hati berimplikasi positif pada meningkatnya jumlah guru dalam studi lanjut dan meningkatnya kesejahteraan guru, keduanya berdampak positif pula pada pengembangan profesionalisme guru. Kata kunci: relasi politik, otonomi guru, dan dominasi kekuasaan %A Arif Rohman %L UNY12980 %I UNY %D 2013 %T Guru dan Kekuasaan: Dinamika Relasi Politik antara Otonomi Guru dan Dominasi Kekuasaan