%0 Journal Article %@ 979-99314-1-X %A Suhartini %D 2006 %F UNY:11926 %I Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNY %J Seminar Nasional MIPA 2006: Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA serta Peranannya dalam Peningkatan Keprofesionalan Pendidik dan Tenaga Kependidikan %K Penambangan, pasir, fenomena, dampak lingkungan, Merapi dan Bantul %T Fenomena Penambangan Pasir dan Pembangunan Beserta Dampak Lingkungan Yang Ditimbulkannya (Studi Kasus di Sekitar Merapi dan di Kabupaten Bantul) %U http://eprints.uny.ac.id/11926/ %X Pembangunan fisik tidak lepas dari penggunaan bahan bangunan seperti pasir dan batu, dimana pasir digali dari sungai atau daerah dekat sungai baik dengan ijin ataupun tanpa ijin dalam pengambilannya. Apalagi setelah terjadi gempa 27 Mei yang lalu kebutuhan akan pasir dan batu meningkat drastis karena hampir setiap keluarga yang rumahnya rusak membutuhkan untuk memperbaiki atau membangun rumahnya kembali. Tulisan ini mengkaji cara-cara penambangan pasir yang dilakukan di sekitar Merapi dan di Kabupaten Bantul berkaitan dengan kebutuhan pasir untuk pembangunan fisik beserta dampak lingkungan yang ditimbulkannya akibat penambangan yang dilakukan Untuk mengkaji permasalahan ini dilakukan observasi dan tanya jawab pada para penambang dan sopir truk yang mengambil pasir di lokasi yang bersangkutan. Adapun lokasi yang diobservasi di sekitar merapi adalah penambanngan pasir di Kaliadem, Kaliurang dan penambangan pasir di Kaliworo, Kemalang, Klaten. Sedangkan observasi penambangan pasir di Bantul dilakukan di Poncosari, Srandakan, Bantul dan di Kretek, Bantul. Disamping itu dilakukan pengamatan secara langsung kondisi lingkungan di sekitar penambangan. Hasil observasi di sekitar Merapi dan di Kabupaten Bantul menunjukkan bahwa penambanngan pasir secara tradisional dan modern mampu memberikan pendapataan tetap bagi masyarakat disekitarnya yang tidak mempunyai alternatif lain. Di Kaliadem, Kaliurang dan di Poncosari dan Kretek Bantul penambangan pasir dilakukan secara tradisional dengan menggunakan skop, cangkul dan kranjang tanpa ijin resmi namun sebenarnya pemerintah juga mengetahui lokasi tersebut. Sedangkan di Kaliworo Klaten penambangan dilakukan secara modern yaitu dengan menggunakan backhoe. Dari cara pengambilan diketahui kuantitas pasir yang diperoleh secara modern jauh lebih banyak dibanding dengan cara tradisional. Di Kaliworo pengambilan dikelola oleh perusahaan dengan sistem kontrak yang dilakukan antara perusahaan dengan Pemerinah Daerah TK II. Para penambang di Kaliadem maupun di Bantul tidak melakukan upaya untuk pelestarian lingkungan seperti reboisasi sementara itu di Kaliworo meskipun melakukan reboisasi tetapi kapasistasnya sangat kecil dibandingkan dengan laju pengambilan pasirnya, sehingga kerusakan lingkungan yang terjadi di Kaliworo sangat cepat terasa. Kata Kunci : Penambangan, pasir, fenomena, dampak lingkungan, Merapi dan Bantul